Sabtu, 02 Februari 2008

Berdosa vs bersalah

Kata Inggris "innocent" dapat berarti tak bersalah bisa juga tak berdosa. Kamus Webster's Third New International Dictionary menyebut "innocent" adalah person guiltless of a crime charge, atau person free from or unacquainted with sin. Orang yang tak mengenal dosa itu misalnya anak-anak kecil atau a small child.

Dalam bahasa Indonesia "tak bersalah" berbeda dari "tak berdosa". Sepengetahuan saya, tidak ada istilah khusus dalam bahasa Indonesia untuk mengartikan sekaligus makna "tak berdosa dan tak bersalah" seperti "innocent" dalam bahasa Inggris.

Setiap orang tak akan lepas dari dosa, meskipun dia anak kecil sekalipun. Anak kecil seperti disebut di atas adalah balita. Mereka itu tidak mengenal dosa, tetapi cenderung berdosa lantaran bapak ibunya pun sudah berdosa. Tisani atau tipu sana sini itu adalah perbuatan dosa, bahkan orang dewasa yang berpikir untuk merancap pun sudah berdosa.

Berdosa itu adalah tindakan seseorang yang melanggar perintah atau hukum Tuhan seperti ajaran kitab suci. Tetapi, orang yang "bersalah" itu tidak selalu berhubungan dengan hukum agama atau ajaran para nabi.

Seseorang dinyatakan "bersalah" jikalau dia melanggar hukum adat, peraturan rumah tangga, atau karena melakukan kejahatan seperti yang disebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Hakim di Pengadilan Negeri dapat menjatuhkan vonis hukuman kepada terdakwa karena "bersalah". Hakim tidak pernah dan tidak berhak menjatuhkan hukuman karena orang itu "berdosa".

Kita sering sekali membaca di media cetak atau mendengar berita dalam media elektronik bahwa gempa bumi dan bencana banjir telah menelan korban orang-orang "tak berdosa". Siapakah yang berhak menyatakan orang yang tertimpa bencana itu tak berdosa?

Uskup, pastor, pendeta, penginjil dan ustaz tak bisa mendaku (mengklaim) dirinya tak berdosa, sebab mereka juga orang-orang berdosa bahkan mungkin pendosa. Mereka pun tak punya hak untuk menyatakan umatnya atau orang lain tak berdosa.

Orang-orang yang menjadi korban bencana banjir, gempa bumi, tsunami dan runtuhan lava muntahan gunung api, atau tertimpa tanah longsor itu mungkinkah disebut "orang-orang tak berdosa?" Mereka juga belum tentu dapat dikatakan "orang-orang tak bersalah". Mereka memang tidak melanggar pasal-pasal KUHP tetapi mereka mungkin sekali berdosa atau bersalah karena telah melanggar hukum alam.

Orang-orang yang tertimpa bencana gempa dan tsunami sebenarnya telah menjadi korban karena "tidak berpengetahuan", tetapi orang-orang Jakarta yang dilanda banjir adalah orang-orang "go-block". Saban tahun Sungai Ciliwung meluap, saban tahun pula Jakarta kena banjir. Kenapa mereka "ngotot" tetap tinggal di pinggir kali? Mengapa tidak pindah dari situ.

Sebagian dari mereka mengatakan terpaksa tetap tinggal di pinggir kali karena tidak ada uang untuk beli rumah di Puncak Pass atau di Bogor. Itulah orang-orang yang bersalah, kenapa mau jadi orang miskin? Salah sendiri!

Seandainya saja Gedung DPR-RI di Senayan itu suatu saat ambruk dan reruntuhannya menimpa politisi dan politkus di dalamnya sampai mati semua, maka patutlah wartawan menulis GEDUNG DPR-RI AMBRUK MENIMPA ORANG-ORANG BERDOSA.

Orang-orang politisi dan politikus itu jelas orang-orang yang bersalah dan sudah pasti orang berdosa juga.

Februari 2007

I. Umbu Rey

Tidak ada komentar: