Kamis, 29 Oktober 2009

Penjudi --> pejudi

Saya belum pernah mendengar orang mengucapkan kata "pejudi". Yang sering kedengaran adalah "penjudi" karena sering dikejar-kejar polisi. Para penjudi itu ditangkap dan dijerat dengan pasal 303 KUHP.

Setakat ini "pejudi" tak dikenal orang dalam bahasa percakapan atau bahasa tulisan di media massa. Polisi pun cuek bebek, dan karena itu para "pejudi" tak pernah dikejar-kejar polisi, apalagi dihukum, padahal yang bermain judi justru pejudi itu juga. Kenapa yang ditangkap cuma penjudi?

Judi adalah permainan yang mempertaruhkan sejumlah uang atau barang berharga (lihat KBBI). Maka setiap permainan dengan memakai uang sebagai taruhan adalah judi. Main dadu, main kartu remi, atau domino itu adalah judi kalau pakai uang sebagai taruhan.

Karena itu main sepakbola pun disebut judi kalau pakai uang sebagai taruhan. Dulu, tahun 1985, ada kupon undian yang disebut "porkas". Orang beli kupon porkas untuk menentukan hasil pertandingan Galatama setiap minggu. Mereka cuma menentukan Menang, Seri, dan Kalah (M. S, K). Siapa yang tebakannya paling jitu akan mendapat hadiah Rp100 juta. Itu resmi, kuponnya pun dikeluarkan oleh Departemen Sosial.

Porkas itu kata serapan dari bahasa Inggris "forecast", yang artinya ramalan atau tebakan. Karena cuma ramalan, lebih banyak yang sial daripada yang hoki atau mujur. Uang paling banyak masuk ke Depsos (Departemen Sosial), konon, bisa satu miliar rupiah dalam seminggu. Tetapi uangnya entah dibuat apa, tak jelas.

Orang yang membeli kupon keranjingan, soalnya uang keluar tak seberapa, meskipun kenyataannya dia rugi terus, dan hidupnya seakan-akan bergantung pada keberuntungan membeli porkas itu. Siapa tahu nasib berubah setelah membeli kupon porkas, kata mereka.

Yang untung cuma Depsos, dan yang buntung selalu adalah yang pembeli kupon. Akhirnya MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengomel-ngomel. Porkas yang resmi itu lalu dianggap judi dan haram hukumnya. Sejak itu porkas pun lenyap. Karena itu setiap kali orang kedapatan bermain judi pastilah mereka akan ditangkap polisi, sebab menurut KUPH pasal 303 judi adalah perbuatan pidana.

Yang saya bicarakan ini bukan soal hukum pidana atau hukum agama atau hukum Taurat. Ini soal pengertian makna kata semata-mata, arti judi tok. Soalnya, arti kata itu dalam KBBI IV bagi saya tak jelas benar.

Dari kata dasar "judi" turun kata sbb:

(1) menjudikan -- penjudi --penjudian -- (tidak ada kata judian)

(2) berjudi -- pejudi -- memperjudikan -- perjudian

Pada butir (1) "penjudi" adalah berjudi, yakni "mempertaruhkan sejumlah uang atau harta benda dst". Dengan kata lain, awalan pe- pada kata "penjudi" bukan menunjukkan orang, dan karena itu "penjudi" bukanlah orang yang berjudi.

Pada butir (2) "pejudi" jelas diartikan orang yang suka berjudi lantaran dia mempertaruhkan uang atau harta benda dalam permainan tebak-tebakan, siapa tahu beruntung jadi orang kaya mendadak.

Dalam kasus judi porkas itu, Depsos menjual kupon, dan khalayak ramai membeli kupon dan menebak M, S, atau K sesukanya, siapa tahu tebakannya jitu dan mendapat Rp100 juta rupiah.

Yang jadi masalah, siapakah "penjudi" dan siapakah "pejudi" dalam kasus jual beli kupon
porkas itu? Soalnya dulu --tahun 1985 -- tidak ada yang ditangkap polisi meskipun Depsos dan khalayak ramai sama-sama main judi porkas.

Menurut pengamatan saya, KBBI IV Pusat Bahasa 2008 sesungguhnya telah menuntun kita semua untuk menggunakan bahasa mengikuti nalar tata bahasa yang benar. Perhatikan susunan lema dan sublema yang diterangkan dalam KBBI IV. Dalam bahasa Indonesia, menurut amatan saya, hanya ada dua awalan yang dapat membentuk kata kerja sebagai predikat, yakni (1) kata kerja berawalan me-, mem-, meng-, dan (2) kata kerja berawalan ber-.

Dari dua bentuk kata berawalan itulah makna kata dalam kamus KBBI IV itu disusun. Tetapi tampaknya para pengguna kamus itu belum atau tidak pandai membaca kamus, sehingga banyak yang tak mengerti mengapa ada kata "pejudi-penjudi, dan pejahat-penjahat, dan pejabat-penjabat.

Jikalau saya rumuskan, maka kata kerja berawalan me- dan ber- itu akan menurunkan sublema sbb: (D = kata Dasar).

(1) Me- D (kan) --> pen- D --> men- D - (i,kan) --> pe- D -an --> D - an

(2) Ber- D --> pe - D --> memper- D - kan --> per- D - an.

Jikalau kata dasar "judi, jahat, jabat" kita masukkan dalam rumus tersebut di atas, maka turunannya akan menghasilkan sublema sbb:

(3) Judi --> menjudi (kan) --> penjudi --> penjudian --> judian

(4) Judi --> berjudi --> pejudi --> memperjudikan --> perjudian

(5) Jahat --> menjahat(i) (kan) --> penjahat --> penjahatan --> jahatan

(6) Jahat --> berjahat-jahatan --> pejahat --> memperjahatkan --> perjahatan

(7) Jabat --> menjabat --> penjabat --> penjabatan --> jabatan

(8) Jabat --> berjabat --> pejabat --> memperjabatkan --> perjabatan

Tentu saja tidak semua kata dasar dapat dibentuk dengan awalan me- dan ber-, sebab dalam bahasa Indonesia, ada kata "berdagang, bertani", tetapi tidak ada kata "mendagang dan menani" dst.

Jika rumus kata jadian di atas kita anggap sebagai kesepakatan maka kata "pejudi, pejahat, dan pejabat" pada umumnya diberi arti "orang yang yang berprofesi sebagai" atau orang yang hidup karena melakukan pekerjaan yang disebutkan oleh kata dasarnya. Tetapi, "penjudi, penjahat, dan penjabat" pada umumnya dimengerti sebagai "orang atau pihak yang menjalankan tugas atau pekerjaan seperti yang tersebut oleh kata dasarnya.

Dalam cerita saya tentang judi porkas itu, orang atau badan atau lembaga yang menjalankan tugas atau pekerjaan judi adalah "penjudi" dan dalam kasus judi ini adalah Departemen Sosial, sebab lembaga inilah yang memainkan atau menjual kupon itu. Dialah bandarnya judi itu.

Tetapi, orang yang "berjudi" disebut "pejudi" lantaran dia mengharapkan kehidupan yang lebih baik dengan hasil pekerjaan tebak-tebakan kupon porkas itu. KBBI IV mengatakan "pejudi" adalah orang yang suka berjudi.

Umbu Rey