Jumat, 08 Februari 2008

Gondol vs gonggong

Kata teman saya, "gondol" dipungut dari bahasa Jawa. Artinya, membawa sesuatu dengan moncong. Pekerjaan menggondol itu hanya dilakukan oleh binatang seperti kucing atau anjing. Kata ini digunakan karena --menurut rekan saya yang asli Jawa-- tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

Sesungguhnya padanan kata "gondol" itu dalam bahasa Indonesia adalah "gonggong". Tetapi rekan saya bersikeras bahwa kedua kata itu berbeda. Menggondol bisa dilakukan oleh semua hewan bermoncong, sedangkan menggonggong cuma bisa dilakukan oleh anjing. Kucing itu mengeong, dan tidak bisa menggonggong, katanya.

Dalam benak teman saya itu, gonggong adalah suara keras yang keluar dari mulut anjing yang sedang marah. Menggonggong sama persis dengan menyalak, seperti pada peribahasa lama "anjing menggonggong kafilah berlalu".

Yang dimaksudkannya dengan menggonggong itu adalah bunyi anjing seperti "gonggong... gong...gonggong!" Itu saja. Padahal, suara yang keluar dari mulut anjing bukan cuma gonggong. Anjing yang ekornya kejepit pintu berbunyi "kang, kang, kang!!" Anjing yang kesakitan karena kepalanya kena bogem mentah berbunyi "kaing, kaing, kaing!". Anjing yang kegirangan menyambut tuannya dari kantor mengeluarkan suara "nguk, nguk, nguk" sambil mengibas-ngibaskan ekornya.

Sebenarnya, menggonggong itu bukan saja dilakukan oleh anjing atau kucing, atau buaya. Burung pun dapat juga menggonggong. Sebab itu ada peribahasa "seperti gagak menggonggong telur". Itu kiasan atau sindiran kepada seorang lelaki berkulit hitam legam tetapi memiliki istri berkulit putih.

Dalam perkembangannya, gonggong kalah pamor dari gondol. Pekerjaan mengonggong setakat ini dipahami orang masih tetap dilakukan oleh anjing saja, tetapi menggondol telah masuk ke dalam gelanggang olahraga. Hampir setiap kali seorang atlet keluar sebagai pemenang pertama dalam suatu pertandingan, wartawan olahraga pastilah menulis "menggondol juara pertama".

Yang menjadi masalah, menggondol dalam istilah olahraga sudah seperti kacang lupa kulit. Dia tidak lagi berarti membawa lari dengan mulut atau moncong, tetapi lebih bermakna "merebut kemenangan". Karena itu, kalau pelari marathon, misalnya, berhasil menggondol juara pertama, janganlah lekas-lekas menyatakan bahwa pemenang itu anjing.

Manalah mungkin seorang atlet menggondol juara pertama dengan mulut atau moncongnya. Atlet itu pun tidak mungkin membawa lari piala dengan mulutnya. Nanti disangka anjing atau kucing.

Anehnya, atlet yang menang bukan saja menggondol piala kemenangan, tetapi berhak juga "menduduki" juara pertama. Yang terakhir ini sudah melenceng juga dari makna sebenarnya sebab belum pernah terdengar orang berkata "menduduki" piala bergilir.

Menduduki artinya "duduk di ". Misalnya: jangan menduduki bangku orang lain (KBBI). Jadi, menduduki juara pertama sama saja dengan duduk di atau meletakkan pantat di atas juara pertama.
Kalau demikian, mungkinkah si atlet duduk di piala bergilir?

Ini mungkin pembiasan atau penyimpangan arti, tetapi terpaksa diterima sebagai kebenaran sebab KBBI edisi ketiga halaman 277 --dalam kasus yang serupa dengan menduduki juara pertama-- mencatat bahwa "menduduki jabatan" berarti "menempati jabatan".

Karena itu pula setiap kali wartawan Antara menggunakan istilah "menduduki jabatan" maka saya tidak lagi berhak mengatakan itu kesalahan. "Kan ada di kamus," kata wartawan itu dengan suara lengking seperti anjing mengonggong.

Cuma, saya bingung....jabatan kok diduduki? Biasanya yang ditempati atau yang diduduki itu kursi jabatan.

I. Umbu Rey

Tidak ada komentar: