Senin, 14 April 2008

Kandang Raya Ragunan

Saya tidak tahu sejarahnya, mengapa Ragunan itu disebut KEBUN BINATANG. Letaknya di sebelah selatan kota Jakarta Raya. Dahulu kebun binatang itu berada di tengah-tengah kota Jakarta, tetapi sekarang bekas kebun binatang itu sudah berubah menjadi Taman Ismail Marzuki yang biasa disingkat dengan TIM.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dan pengetahuan orang awam pada umumnya, KEBUN itu adalah sebidang tanah yang ditanami dengan pohon misalnya kopi, mangga, jeruk, manggis, singkong, dan lain-lain. Karena itu KEBUN pastilah bukan sebidang tanah untuk menanam binatang atau hewan sebab satwa itu tidak bisa ditanam dan tidak dapat berbuah.

Karena itu pula kita tidak lazim mengatakan "petani binatang atau petani hewan". Yang biasa kita sebut adalah "petani cengkih, petani kopi, dan petani lada" dan sebagainya. Petani bekerja di kebun atau ladang atau sawah. Petani tidak pernah bekerja di dalam kandang hewan.

Entah mengapa pula, dewasa ini orang mulai latah berkata "petani ikan". Padahal kalau kita mau sedikit bernalar, seharusnya kita berkata "petambak ikan" lantaran ikan itu dipelihara di dalam tambak. Manalah mungkin ikan gurame atau mujair itu "ditanam" di dalam tambak. Ikan yang di laut lepas itu siapa pula yang tanam? Nelayan itu kerjanya menebar jala. Tidak pernah dia menanam ikan.

Meskipun begitu, kata "tanam" juga memiliki arti lain dalam bidang ekonomi dan keuangan, sehingga kita mengenal istilah "menanam modal". Tetapi menurut pengamatan saya, kata "menanam modal" itu sudah jarang sekali digunakan orang, atau boleh dibilang hampir hilang dari dunia kosa kata bahasa Indonesia.

Saya menduga, mungkin sekali karena orang merasa kurang enak menggunakan kata "tanam" untuk modal maka digunakanlah kata yang diserap dari bahasa Inggris "investasi" (bukan investmen?). Kedengarannya lebih keren dan terasa lebih tinggi derajatnya dan lebih berwibawa. Sebab kalau pakai kata "tanam modal" seakan-akan orang bisnismen dan pengusaha kaya raya disamakan saja dengan petani miskin di kampung dan di udik yang bergelut dengan lumpur.

KEBUN itu mau diganti dengan TAMAN sama juga artinya, yakni sebidang tanah yang digunakan untuk menanam bunga. Jikalau kita menggunakan kata TAMAN MARGASATWA agaknya kurang pas juga rasanya, sebab margasatwa itu binatang liar dan bukan bunga. Karena itu, KEBUN BINATANG tidak pernah disebut TAMAN BINATANG.

Yang rada-rada aneh, TAMAN itu ukurannya hampir sama dengan KEBUN, sehingga walaupun disebut mini atau kecil, luasnya sama seperti onderneming. Dewasa ini TAMAN itu bukan lagi sebidang tanah di depan rumah untuk ditanami dengan bunga. Di dalama taman itu sekarang ini tegak berdiri gedung-gedung tinggi dan rumah-rumah mewah, bahkan ada danau dan pulau-pulau. Contohnya Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Taman yang dibangun atas prakarsa Ibu Tien Soeharto di Jakarta Timur itu, meskipun disebut mini atau kecil, luasnya hampir sama dengan satu kecamatan.

Coba kalau TMII itu saya sebut Kebun Mini Indonesia Indah (KMII), tentu saja Anda sekalian pada binggung semua sebab di dalamnya tidak ada kandang jerapah, gajah, atau kandang harimau atau komodo, apalagi kandang singa. Di situ juga tidak ada pohon kopi atau lada, dan cengkih, apalagi pohon jambu monyet.

Taman Ismail Marzuki atau TIM itu sekarang menjadi tempat orang bermain tonil atau sandiwara. Di situ ada juga gedung teropong bintang yang disebut planetarium. Mana ada pohon bunga mawar atau bunga bakung di situ.

Di Bogor terdapat kebun yang di dalamnya ada pohon-pohon besar dan kecil dari segala jenis yang dipelihara dengan baik sejak zaman Belanda. Karena luasnya, maka kebun itu disebut KEBUN RAYA BOGOR. Itu istilah pas benar menurut nalar.

Demikian juga di Ragunan terdapat binatang atau hewan liar dan berbisa berbagai jenis dari segala penjuru dunia. Bintang-binatang itu ditempatkan di dalam kandang menurut jenisnya masing-masing. Karena luasnya wilayah dan besarnya kandang-kandang yang terdapat di dalamnya, maka seharusnya kita sebut KANDANG RAYA RAGUNAN.

Umbu Rey

Tidak ada komentar: