TIDAK DIPUNGUT BIAYA. Ini kata sangat kerap diucapkan khalayak ramai baik dalam ujaran maupun dalam tulisan di media massa sebagai kebiasaan tanpa pertimbangan salah dan benar. Lancar kaji karena diulang, pasar jalan karena diturut, maka lancar-lancar saja orang menyebut "tidak dipungut biaya".
Frasa TIDAK DIPUNGUT BIAYA yang dimaksudkan itu setakat ini sama persis artinya dengan gratis, cuma-cuma, perdeo, atau zama dulu disebut percuma.
Tetapi sekarang ini, kata PERCUMA tidak lagi berarti cuma-cuma atau perdeo, sebab orang lebih senang omong keren dalam bahasa "londo" atau Inggris yakni GRATIS. Percuma itu sudah bergeser artinya dan kini telah bermakna "sia-sia atau tidak ada gunanya" (KBBI Edisi ketiga hal 856).
Waktu saya masuk SD di kampung dulu sekali, dan mulai belajar bahasa Indonesia yang benar, kata PERCUMA itu tiada lain dari cuma-cuma, atau perdeo. Waktu itu belum ada GRATIS seperti yang lazim diucapkan arang banyak sekarang ini.
Contoh kata PERCUMA itu dapat kita simak dari bait lagu anak-anak yang saya hapal benar kata demi kata. Dalam lagu itu kata PERCUMA artinya cuma-cuma. Cobalah simak lagu itu dengan cermat:
Naik kereta api tut, tut, tut
Siapa hendak turut
Ke Bandung, Surabaya
Bolehlah naik dengan PERCUMA
Ayo kawanku lekas naik
Kretaku tak berhenti lama.
Entah iblis mana yang mengendalikan lidah bangsa ini, kata PERCUMA itu tiba-tiba berganti dengan sendirinya menjadi cuma-cuma, lalu berubah lagi menjadi GRATIS. Sekarang ini, kata itu malah berubah lagi menjadi TIDAK DIPUNGUT BIAYA.
Coba perhatikan kalimat yang saya pungut dari koran di bawah ini:
1. Bus yang mengangkut penjual jamu bakul untuk mudik ke kampung halamannya itu tidak dipungut biaya.
2. Para penjual jamu (kebanyakan perempuan muda) yang menumpang bus untuk mudik ke kampung halamannya itu tidak dipungut biaya.
Pada kalimat pada butir (1), bus tidak dipungut biaya artinya bus itu gratis. Mungkin maksudnya bus itu boleh ditumpangi oleh penjual jamu dengan percuma. Tetapi kalau kita telusuri dengan cermat, maka bus itu sebenarnya juga tidak dapat dipungut biaya. Sebab, yang mudik ke kampung itu bukan bus.
Bus adalah alat atau sarana pengangkut, dan karena itu tidak masuk akal jika alat itu dipungut biaya. Siapakah yang memungut biaya? Bandingkan dengan lagu KERETA API di atas. Yang naik dengan percuma (gratis, cuma-cuma) itu bukanlah kereta api, tetapi "siapa yang hendak turut" atau penumpang.
Kalimat pada butir (2) justru membikin saya pusing kepala. Yang dimaksudkan dengan TIDAK DIPUNGUT BIAYA atau gratis atau cuma-cuma atau perdeo itu tentu juga adalah penjual jamu (perempuan). Apakah maksudnya itu?
Apakah kalau kita "pakai" penjual jamu (perempuan) itu boleh dengan cuma-cuma atau tidak usah membayar? Itulah yang membikin saya heran. Kalau benar bahwa perempuan penjual jamu itu gratis, tentu saja saya mau juga. Mumpung gratis, karena tidak dipungut biaya.
Jadi, lebih baik pembicaraan ini saya sudahi saja sebab mungkin saya salah tafsir. Yang dimaksudkan dalam kalimat (2) di atas adalah bahwa penjual jamu itu boleh pulang ke kampung halaman, naik bus dengan percuma atau perdeo, atau gratis, atau tidak dipungut biaya.
Umbu Rey
Selasa, 11 Maret 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar