Menangis itu kata dasarnya adalah "tangis", masuk jenis kata benda atau nomina. Menangis akhir-akhir ini menjadi bahan pembicaraan umum lantaran yang menangis itu bukan orang biasa. SBY, presiden RI menangis ketika mengunjungi korban Lusi atawa Lumpur Sidoarjo di Jawa Timur.
Waktu seorang jaksa tertangkap tangan membawa uang yang diduga hasil korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI senilai lebih dari enam miliar rupiah, Jaksa Agung Hendarman Supanji juga menangis. Rupanya dia harus ikut-ikutan SBY. Maklum Jaksa Agung itu anak buah Presiden, jadi harus kompak menangis.
Benarkah SBY menangis? Belum tentu. Saya tidak terlalu yakin dia menangis.
Menurut KBBI, menangis itu adalah kata kerja atau verba. Artinya, melahirkan perasaan sedih (kecewa, menyesal, dsb) dengan mencucurkan air mata dan mengeluarkan suara (tersedu-sedu atau menjerit-jerit).
Karena itu, SBY baru dapat disebut "menangis" jika terpenuhi tiga unsur. Pertama, SBY menyesal (kecewa, atau menyesal). Kedua, SBY mencucurkan air mata. Ketiga, SBY mengeluarkan suara tersedu-sedu atau menjerit-jerit.
Jika ketiga unsur itu tidak terpenuhi secara simultan atau serentak, maka Presiden SBY belum dapat disebut "menangis". Dengan perkataan lain, jika hanya air mata saja yang keluar, atau hanya ada suara yang terdengar maka itu bukan menangis namanya.
Sekarang kita simak satu demi satu ketiga unsur itu di wajah Presiden SBY:
1). Presiden SBY melahirkan perasaan sedih (karena kecewa atau menyesal). Benarkah begitu? Saya kira tidak, sebab dari mana kita tahu SBY sedang bersedih? Lah, wong wajahnya SBY itu sedih atau senang sama saja. Air muka SBY memang seperti orang susah sejak dulu walaupun kelihatannya tegar dan agak tembam juga karena makmur. Buktinya, ketika 200 ribu orang Aceh tewas atau hilang, wajah SBY begitu juga.
2). Presiden SBY mencucurkan air mata. Tampaknya betul, tetapi apakah karena dia kecewa atau menyesal? Saya kira tidak juga. Buktinya ketika 5000 orang tewas karena gempa bumi di Yogyakarta, SBY tidak mencucurkan air mata. Orang yang mencucurkan air mata itu belum tentu karena dia sedang susah. Orang yang sedang gembira juga bisa mengeluarkan air mata. Saya sendiri kalau keseringan memelototi layar komputer ini juga mengeluarkan air mata, karena perih.
Nah, menurut saya, air mata yang bercucuran di di wajah Presiden SBY itu bukan karena dia sedih atau menyesal. Orang salah duga. Mungkin sekali air mata itu keluar karena dia "kelilipan" sebab matanya kemasukan lumpur.
3). Presiden SBY mengeluarkan suara tersedu-sedu atau menjerit-menjerit? Juga tidak, karena memang tidak terdengar. Tidak selamanya orang yang mengeluarkan suara itu disebut menangis. Di kantor saya, ada orang yang mempunyai kebiasaan mengeluarkan suara menjerit-jerit juga. Kita kira dia menangis, padahal dia sedang tertawa.
Jadi, jikalau Presiden SBY tidak mengeluarkan suara menjerit-jerit atau tersedu-sedu, maka itu artinya dia tidak menangis. Apalagi, kalau SBY menjerit-jerit tetapi tidak mencucurkan air mata, itu artinya SBY sedang main sinetron. SBY mungkin sedang "akting" memainkan peran orang susah.
Waktu terjadi tsunami di Aceh, dan gempa hebat di Yogyakarta, SBY sama sekali tidak menjerit-jerit, tidak mencucurkan air mata, dan tidak kelihatan dia menyesal atau kecewa sebab potongan wajahnya memang sudah begitu.
Kalau Anda sekalian setuju bahwa SBY memang menangis, saya justru bertanya-taanya, mengapa di Aceh dan di Yogyakarta dia tidak menangis? Mengapa orang menangis kok pilih-pilih tempat? Kalau ada korban sesama Jawa Timur, baru dia menangis. Itu namanya menangis diskriminatif. Padahal zaman saiki adalah zamannya demokrasi. Jadi, menangis pun harus demokratis, tidak pilih-pilih tempat. Yang berlinang di wajah SBY itu air mata Suroboyokah atau Pacitankah?
Akh, SBY....SBY...! Jangan-jangan kalau negeri saya suatu saat kelak tertimpa bencana dan semua penuduknya tenggelam ditelan bumi, kau malah tertawa terbahak-bahak.
Umbu Rey
Rabu, 12 Maret 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar