Rabu, 12 Maret 2008

MusyawarAT --> MusyawarAH

Sungguh! Ini masalah bikin saya menderita. Soalnya, saya tidak mengenal bahasa Arab sepatah pun. Satu-satunya buku yang dapat saya jadikan rujukan untuk mengenal kata serapan dari bahasa Arab adalah KBBI. Tetapi ini buku malah tambah bikin pening saya punya kepala lantaran tidak menerangkan kata serapan itu secara etimologis. Apa kata orang, begitulah pula dia mencatat.

Dulu, saya hanya mengenal kata "musyawarat" dan "hikmat". Itu kata diserap dari bahasa Arab. Waktu belajar "civic" di kampung dulu, Pak Guru bilang bahwa lembaga tertinggi negara Indonesia adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan disingkat MPR.

Begitu juga sila keempat Pancasila adalah "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan".

Kata-kata dari bahasa Arab yang belakangnya pada umumnya berbunyi "ah" biasanya kita serap dalam bahasa Indonesia menjadi "at". Contohnya, afiyah --> afiat; aurah --> aurat; darurah --> darurat; daulah--->daulat; dahsyah --> dahsyat; hadrah --> hadirat; harkah --> harkat; hayah --> hayat; hidayah --> hidayat; hikayah --> hikayat; isyarah --> isyarat; masyarakah --> masyarakat; dan muwafaqah --> mufakat, dst.

Memang, tidak semuanya begitu cara penyerapannya. Mungkin ahli bahasa di Pusat Bahasa dapat menerangkan lebih lanjut karena pengetahuan saya terlalu sedikit. Soalnya, ada kata yang belakangnya "ah" diserap dalam bahasa Indonesia dengan bunyi "ah" yang sama pula.

Saya lalu membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga. Lema "musyawarat" di halaman 768 tidak lagi diberi arti. Kata musyawarat itu dirujuk dengan tanda panah --> musyawarah. Artinya, kata "musyawarah" itulah yang dianjurkan. Dengan perkataan lain lagi, "musyawarat" tidak lagi berlaku.

Entah kenapa begitu, tidak pula diberi alasan. Tergantung bagaimana orang omong, ya begitulah. Ikut saja. Untunglah saya dapat memaklumi, KBBI itu bukan buku nahu atau tata bahasa.

Kalau begitu, kapan kira-kira Pusat Bahasa akan mengumumkan kepada khalayak ramai (pengguna bahasa) bahwa sila keempat Pancasila itu haruslah berbunyi "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmAH kebijaksanaan dalam permusyawarAHan/perwakilan". Dan, kapan pula MPR itu akan diubah menjadi "Majelis PermusyawarAHan Rakyat"?

Setakat ini, kata-kata Arab yang belakangnya berbunyi "at" itu cenderung diucapkan dengan bunyi "ah" dalam arti/makna --yang lebih kurang-- sama. Contohnya, muslimaAT dan muslimAH, muamalAT dan muamalAH.

Di dunia sinetron kita saksikan juga di layar kaca judul cerita Hidayah, Hikayah yang sama maknanya dengan hidayat dan hikayat. Lantas, kapan dan dalam konteks apakah bunyi "at" itu berubah menjadi "ah"? Itu yang belum saya tahu.

Orang lain yang tidak mengerti bahasa Arab seperti saya ini, lama-lama akan latah juga omong pecAT menjadi pecAH, dan lebAT menajdi lebAH. Padahal, kedua kata itu beda.

Umbu Rey

Tidak ada komentar: