Kamis, 06 Maret 2008

TEMBAK

TEMBAK itu apa? Itu kata sebenarnya cuma sebuah lema atau entri yang tidak mempunyai arti apa-apa. TEMBAK itu baru memiliki pengertian jikalau diberi imbuhan me(N) atau ber. Dari
situ orang lalu mengarahkan pikiran ke masalah peluru dan senapan. Karena itu, MENEMBAK diberi arti kegiatan atau tindakan melepaskan peluru dari senjata api seperti pistol, senapan, atau meriam. Demikian juga BERTEMBAKAN artinya saling melepaskan peluru dari senjata api.

Kata TEMBAK dipakai orang dalam olahraga dalam pengertian adu ketangkasan membidik sasaran dengan menggunakan peluru dan senapan. Sayangnya, jenis ketangkasan ini agaknya telanjur diartikan atau dimengerti oleh orang awam sebagai olahraga MENEMBAK. Entah mengapa disebut begitu, saya tidak tahu.

Di dunia percaloan dan angkutan kota Jakarta juga dikenal kata TEMBAK, tetapi tidak
ada hubungannya dengan soal bidik-membidik dengan senapan dan peluru. Kalau Anda hendak memperoleh SIM (Surat Izin Mengemudi) melalui jalur yang tidak resmi (percaloan) maka SIM Anda meskipun resmi (bukan palsu) disebut SIM TEMBAK. Permohonan SIM melalui pintu belakang ini biasanya lebih mahal dari yang sebenarnya tetapi sangat cepat proses penyelesaiannya.

Mengurus SIM dengan prosedur resmi biasanya agak repot lantaran orang yang mengajukan permohonan untuk memiliki surat izin mengemudi itu harus mengikuti ujian teori dan kesehatan yang memakan waktu sampai satu hari. Bagi pekerja sibuk, sangatlah membosankan dan melelahkan berdiri antri di tengah ribuan orang di markas Polda atau Polres.

Tetapi lewat pintu belakang atau calo, cukuplah Anda mengeluarkan uang (biasanya sampai Rp300 ribu untuk SIM C menurut permintaan si calo). Harga resmi melalui prosedur sesungguhnya tidak lebih dari Rp82.500. Setelah satu jam, Anda akan dipanggil untuk potret wajah dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, SIM pun keluar. Selesai sudah.

Di kalangan sopir angkot (angkutan kota) terutama di pinggiran kota Jakarta seperti Bekasi, dikenal juga istilah SOPIR TEMBAK. Ini orang tidak punya SIM tetapi dia dapat mengemudi dengan lancar untuk menggantikan sopir sesungguhnya, sekadar untuk memperoleh
uang rokok. Yang begini ini biasanya merupakan makanan empuk bagi polisi yang suka
cari uang tambahan. Pengadilan tilang di tempat pun dilaksanakan. Kasih uang paling sedikit seratus ribu, maka Anda boleh lewat.

Begitu juga prosedur untuk memiliki KTP atau Kartu Tanda Penduduk. Yang ini prosesnya lebih mudah karena Anda tidak perlu pergi ke Kantor Kelurahan. Karena itu, jangan harap ada orang semisal Tommy Soeharto atau pejabat tinggi DPR-RI muncul di Kantor Kelurahan untuk urus perpanjangan KTP.

Kalau ada orang yang Anda percaya, atau Pak Hansip Rukun Tetangga kebetulan lewat di depan rumah, berikan saja uang secukupnya dan serahkan pula pas foto ukuran 2 x 3 cm sebanyak dua lembar. Paling lama tiga hari kemudian KTP Anda sudah selesai, dan Anda telah memiliki KTP asli. Inilah yang disebut KTP TEMBAK. Bikin KTP baru juga begitu, TEMBAK saja pakai uang maka KTP jadilah.

Pengurusan SIM dan KTP sesungguhnya tidak boleh dilakukan melalui pintu belakang atau calo. Itu perbuatan yang salah karena melawan hukum, tetapi istilah TEMBAK yang dipakai orang untuk itu benar. Tidak pernah ada seorang yang mengurus jasa percaloan menyebut SIM MENEMBAK atau KTP MENEMBAK, sebab tidak ada KTP yang dapat menembak.

Sopir-sopir angkot atau bus kota yang tidak resmi pun tidak pernah menggunakan senapan atau pistol untuk mengemudikan oto kendaraannya. Karena itu tidak ada istilah SOPIR MENEMBAK. Mau menembak sasaran apa dia? Bukankah MENEMBAK itu harus dengan senjata yang ada pulurunya? Kalau tidak, bukan menembak namanya itu.

Anehnya, di bidang olahraga istilah MENEMBAK justru digunakan sebagai nama cabang olahraga yang resmi. Ketika saya menjadi penyunting di "desk" olahraga beberapa tahun yang silam, istilah olahraga MENEMBAK saya ganti dengan TEMBAK saja. Menurut jalan pikiran saya, semua cabang olahraga mestilah menggunakan kata dasar saja sebagai nama. Contohnya, tinju, renang, lari, lompat, lempar, loncat indah, gulat, silat, terjun payung, dan arung jeram. Olahraga dengan menggunakan alat permainan juga begitu. Misalnya sepak bola, bulu tangkis, anggar, tenis meja, tenis lapangan, basket.

Belum pernah saya mendengar orang mengatakan olahraga meninju, atau olahraga bertinju. Pun, tidak ada olahraga berenang, melompat, meloncat, menggulat, bersilat, atau mengarung jeram. Demikian juga tidak pernah terdengar olahraga menyepak bola, bulu bertangkis-tangkisan, menganggar, menenis meja, membasket.

Tetapi prombakan untuk membetulkan sesuatu dalam bahasa Indonesia tampaknya memang sulit dilakukan apalagi jika sudah mendarah daging, sudah menjadi adat istiadat dan kelaziman. "Nggak boleh diubah, MENEMBAK itu kan sudah nama olahraga. Orang banyak mengerti begitu!" kata senior saya di meja sunting olahraga. Saya diam saja.

Untunglah, datang juga saatnya perubahaan ketika Megawati Sukarnoputri menjadi presiden RI menggantikan Gus Dur. Suatu saat, Pengurus Olahraga Persatuan Menembak Indonesia PERBAKIN mengadakan kejuaraan di Jakarta dengan mengambil nama Presiden Megawati.

Saya lalu menulis judul dengan huruf besar-besar: KEJUARAAN MENEMBAK MEGAWATI TERBUKA. Senior saya marah-marah karena katanya tidak sopan. "Mosok, kau suruh orang menembak Megawati yang terbuka! begitu dia bilang.

Maka jawabku, "Dulu saya bilang cukup pakai kata TEMBAK saja, tetapi kau bilang jangan ubah karena nama olahraga itu memang sudah begitu. Sekarang Megawati sudah terbuka. Berani kau MENEMBAK pakai "pistolmu" itu?" Dia bengong saja.

Umbu Rey

Tidak ada komentar: