Wartawan Indonesia ini kelihatannya suka latah. Kalau seorang menggunakan kata "pasalnya", maka yang lain ikut-ikutan bilang begitu. Kalau ada orang pakai istilah "hanya saja", yang lain juga ikut-ikut sehingga akhirnya menjadi kebiasaan.
Pak Sobary, mantan pemimpin umum LKBN Antara dan penulis tetap di mingguan Kompas, pernah ngomel-ngomel pada saya gara-gara istilah "hanya saja". Pak Sobary agaknya punya rasa bahasa yang lain sehingga istilah itu dia tidak suka.
Contoh:
1. Keributan itu terjadi ketika pertandingan baru berjalan 10 menit.
Pasalnya,...dst
2. Hanya saja, dia tidak menjelaskan secara rinci....dst
Dalam contoh (1) kata "pasalnya" mungkin sama dengan penyebabnya, dan pada contoh (2) "hanya saja" sama dengan tetapi.
Mungkin karena orang gandrung ikut-ikutan gaya orang lain, sekarang ini banyak sekali terjadi penjiplakan, meskipun yang menjiplak itu tidak tahu persis makna kata yang dijiplaknya. Orang menjadi tidak kreatif, dan tidak kelihatan pula jati dirinya dalam tulisan.
Kata "usai" entah siapa yang mulai, sekarang ini sudah bertebaran di koran-koran dan dibacakan di media elektronik hampir setiap saat. Seakan-akan tiada hari tanpa kata "usai". Mungkin karena rasa bahasa dan pengucapannya dirasakan enak, maka kata "usai" itu disamakan saja artinya dengan "telah" dan "sudah". Akhirnya menjadi kelaziman juga.
Guru saya di kampung berkata bahwa "usai" itu berarti bubar, selesai, atau berakhir. Persis sama artinya dengan yang disebutkan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Sebenarnya, kata "usai" itu hanya bisa digunakan dalam konteks "sekolah itu bubar" atau "pasar bubar", atau "perkelahian massal itu bubar" atau yang sejenis dengan itu. Tetapi, "telah" dan "sudah" adalah kata keterangan untuk menyatakan perbuatan yang sudah selesai pada masa yang lampau.
Setakat ini kata "usai" tidak lagi digunakan seperti contoh yang diberikan oleh guru saya di atas. Koran selalu menulis:
1. Juru bicara kepresidenan Dino Pati Djalal mengatakan hal itu usai
mendampingi Presiden.... dst.
2. "......... ." kata Menlu Hassan Wirayuda seusai menandatangani MOU
di Jakarta, Senin.
Dalam contoh di atas, peristiwa atau perbuatan apakah yang usai?
Kata wartawan tempat saya mengabdi, "usai" itu sama dengan "telah" dan "sudah" dan karena itu bisa digunakan secara bergantian, karena maknanya sama. Maka "seusai" sama juga dengan "setelah" atau "sesudah". Mungkin dia benar, dan saya cuma bisa melotot.
Setahu saya, bersinonim artinya memiliki kemiripan arti. Padahal, "usai" dan "telah" itu ibarat petai dan jengkol perbedaannya. Di Warung Tegal dapat dengan mudah kita temukan semur jengkol, tetapi Insya Allah tidak akan Anda temukan semur petai.
Jadi, sebagaimana petai dan jengkol itu berbeda, demikian juga "usai" itu berbeda dari "sudah" dan "telah". Beda dalam rasa, beda dalam konteks kalimatnya, dan beda pula dalam proses penggunaannya. Kadang-kadang "usai" dan "sudah" dapat digunakan sekaligus dalam sebuah kalimat. Contoh: Pertandingan itu usai sudah.
Contoh berikut ini mungkin dapat membedakan arti kata "usai" dari kata "sudah" dan "telah".
1. Pak Mamat telah meninggal dunia
2. Pak Mamat sudah meninggal dunia
3. Pak Mamat usai meninggal dunia
Kalimat pada contoh (1) dan (2) bisa kita mengerti (berterima), tetapi kalimat pada contoh (3) justru bisa bikin kita jadi gila. Orang meninggal dunia itu selama-lamanya. Kapan usainya?
Februari 2007
Umbu Rey
Kamis, 31 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar