Kamis, 31 Januari 2008

1 + 1 = 3

Seorang satpam suatu ketika lewat di depan saya ketika masuk ke gedung Wisma Antara di Jakarta. Dia memakai kaos oblong. Di punggungnya tertera dengan jelas sekali angka hitungan: 1 + 1 = 3.

Mengapa ditulis begitu tentu saja ada tujuannya. Maksudnya apa, terserah pada orang yang baca. Angka hitungan itu jelas bukan rumus matematika moderen sebab tidak masuk akal. Anak-anak TK yang baru belajar berhitung pun pastilah tahu bahwa 1 + 1 = 2, dan bukan 3.

Mungkin juga tulisan di punggung satpam itu cuma olok-olok supaya menimbulkan kesan lucu, dan dengan begitu, orang yang membaca bisa tersenyum. Orang Jakarta memang suka bikin yang aneh-aneh supaya kelihatan "nyentrik".

Saya mencoba menelusuri pikiran penulis rumus itu dari sisi yang lain. Mungkin sekali hitungan 1 + 1 = 3 itu satu sindiran juga. Soalnya, semua kebutuhan harus dibeli dengan harga mahal, yang hampir setiap saat naik terus.

Harga BBM (bahan bakar minyak) naik, tarif tol naik, tiba-tiba cabai keriting pun ikut-ikut naik, dan naiknya pun di luar perhitungan wajar, sebab tidak masuk akal, sampai tidak bisa lagi dijelaskan dengan kata-kata.

Di perkantoran pun begitu. Ada pegawai "ingusan" yang baru diterima bekerja dan diangkat menjadi pegawai setahun lalu, tiba-tiba naik pangkat istimewa melebihi seniornya yang sudah 15 tahun lebih lama. Tidak masuk akal. Sama tidak masuk akalnya dengan 1 + 1 = 3 itu.

Saya pikir-pikir, negeri ini memang aneh, sebab segala perhitungan yang tidak masuk akal dianggap wajar saja. Akhirnya jadi kebiasaan. Itu sebabnya korupsi tumbuh subur dan berkembang dengan baik sampai negara ini pun mendapat pujian sebagai "negara korupsi nomor satu" di Asia Tenggara.

Para pengamat politik dan ekonomi hampir saban hari mengulas soal korupsi di koran-koran dan di layar televisi. Tetapi mereka menjelaskannya dengan menggunakan kata-kata yang cuma dia saja yang mengerti. Orang lain pada bingung semua.

Mereka bilang "mark-up" itu adalah bagian dari korupsi . Apa itu "mark-up", tak ada yang mengerti. Coba cari padanannya dalam bahasa Indonesia. Susah juga.

Ada yang mengatakan "mark-up" itu adalah "penggelembungan" (seperti balon), bisa juga "pembengkakan" (seperti bisul) atau mungkin juga "pembuncitan" (seperti perut orang kekenyangan). Maksudnya untuk menggambarkan sesuatu yang menjadi lebih besar dari yang sewajarnya. Tetapi tetap saja orang menulis atau menyebut "mark-up" seperti dalam bahasa Inggris.

Kalau tak ada padanan yang pas benar, ahli bahasa menyarankan agar kata itu diserap saja sehingga menjadi "markap" atau "markup". Tetapi istilah yang begini ini memang sulit dimengerti oleh orang awam.

Jadi, kalau mau tahu penjelasan kata "mark-up", ikuti saja jalan pikiran para koruptor negeri ini. Dengan begitu, terwujudlah rumus hitungan aneh 1 + 1 = 3.

Coba hitung, 10 + 10 = berapa? Tetap sama dengan tiga, tetapi di belakang angka 3 tambahkan dua nol juga. Maka hasilnya, sepuluh tambah sepuluh sama dengan 300.

"Dahsyat benar! Itulah "mark-up".

Umbu Rey

Tidak ada komentar: