Sebagian orang yang fanatis murni mencintai kiprah Pak Harto, mungkin berkata bahwa "gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama" pastilah pas benar untuk menggambarkan sosok presiden kedua RI ini.
Pak Harto, tak dapat dipungkiri, memang telah memperlihatkan hasil kerja gemilang hampir di segala bidang kehidupan terutama pertanian, dan lumayan menyejahterakan rakyat Indonesia pada awal-awal masa jabatannya sebagai presiden.
Tetapi, bagi setengah orang yang tidak menyukai gaya kepemimpinannya karena menjadi korban kebijakan Pak Harto pada zaman Orde Baru, boleh jadi peri bahasa itu akan dipelesetkan menjadi, "rakyat mati meninggalkan tulang-belulang".
Pak Harto adalah sapaan khas buat mantan Presiden RI Soeharto yang meninggal dunia hari Minggu 27 Januari 2008 di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) pukul 13.10 Waktu Indonesia Barat (WIB). Dia dilahirkan di desa Kemusuk Jawa Tengah pada 8 Juni 1921 dari silsilah keluarga yang "pernah dipertanyakan".
Dia terlahir bernama Soeharto dan mendapat tambahan nama depan Muhammad dari raja Arab Saudi setelah naik haji tahun 1992. Pak Harto sendiri lebih suka disebut anak petani yang menjadi besar lewat perjuangan fisik pada masa pergolakan untuk mempertahankan kemerdekaan.
Lewat surat sakti Supersemar yang ditandatangani Bung Karno tahun 1965, dia lalu menumpas gerakan kudeta yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1965, dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September/PKI.
PKI lalu dinyatakan sebagai partai terlarang, dan dibubarkan. Akibatnya, orang yang dituduh sebagai antek-antek PKI dibantai sampai mati tanpa proses pengadilan di banyak tempat, dan kesempatan kerja harus diisi orang-orang yang "suci" dari pengaruh PKI.
Setelah ditetapkan menjadi presiden menggantikan pendahulunya Bung Karno pada tahun 1966, Pak Harto lalu merancang program pembangunan yang disebutnya dengan istilah Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun. Pelita pertama lacar berjalan sampai pada Pelita kelima. Indonesia berhasil swasembada pangan (beras), rakyat pun dianggap makmur sejahtera.
Pada tahun 1977, dia membeli satelit komunikasi angkasa untuk maksud lebih mempererat negara kesatuan RI dan diberinya nama "Satelit Palapa. Nama Palapa diambilnya dari sumpah Gajah Mada di Kerajaan Majapahit yang menyatakan tidak akan makan rebung (palapa) sebelum seluruh Nusantara dipersatukan.
Pada tahun 1984 dia mencengangkan dunia ketika mendapat penghargaan dari Badan Pangan Dunia FAO (Food and Agriculture Organization-PBB) sebagai negara sedang berkembang yang mampu swasembada beras. Pak Harto lalu menyumbangkan 100 ton padi kepada sebuah negara miskin di Afrika.
Setelah lewat masa 25 tahun Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), Pak Harto berambisi memasuki era industri. Pesawat terbang pun lalu dibikin, sebab katanya, Indonesia harus bisa sejajar dengan negara-negara yang telah lebih dahulu maju. Dia mengandalkan seorang jenius kelahiran Makasar bernama Habibie, untuk mengubah pesawat rongsokan Cassa 212 buatan Spanyol menjadi pesawat terbang lebih canggih.
Habibie, adalah ahli rancang bangun badan pesawat terbang yang mungkin satu-satunya di Asia yang diakui dunia. Habibie adalah lulusan terbaik dengan predikat suma cumlaude di Jerman dalam tekonlogi penerbangan, dan mendapat julukan "Mr Crack" karena keahliannya dalam menghitung keretakan badan pesawat.
Di tangan Habibie, pesawat baru pun tercipta dan Pak Harto memberinya nama Tetuko, yakni nama kecil tokoh pewayangan Gatot Kaca. Pesawat ini sebenarnya Cassa juga, sebab bentuknya tidak berubah, tetapi dibikin lebih besar sehingga mampu menampung 35 penumpang. Itu sebabnya pesawat itu disebut juga CN-235.
CN adalah singkatan dari Cassa-Nurtanio, dan angka 235 itu maksudnya adalah dua mesin dan 35 penumpang. Pada masa inilah tercipta pula sebuah istilah bikinan Pak Harto, yakni "masa tinggal landas", meskipun para pengamat beranggapan "kebablasan".
Pada bulan Januari 1988, pesawat CN-235 Tetuko terbang ke angkasa. Uji terbang pun dilakukan selama tiga hari dimulai dari pangkalan terbang Halim Perdana Kusumah. Pesawat buatan pabrik IPTN (dahulu Industri Pesawat Terbang Nurtanio) itu berhasil mendarat dan kemudian tinggal landas di lapangan terbang kecil Satar Tacik di Kabupaten Manggarai Flores Barat, lalu mampir di Penfui Kupang dan menginap di Dili Timor Timur.
Pada hari kedua pesawat itu lepas landas tanpa gangguan dari Dili, lalu mendarat di lapangan terbang kecil di Pulau Key Maluku Tenggara. Dari situ CN-235 mampir di Ambon, dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Maluku Tengah dan mendarat mulus di Pulau Mangole.
Pesawat itu benar-benar memperlihatkan kecanggihannya sebab mampu tinggal landas di landasan pendek hanya 400 meter, tetapi tidak jadi gagal mendarat di Pulau Ternate karena hujan deras yang mengakibatkan cuaca buruk.
Pilot pesawat itu, Menteri Perhubungan Marsekal Rusmin Nurjadin, lalu membelokkan pesawat itu untuk terbang langsung ke Manado, dan menginap di sana sebab hari sudah hampir malam.
Pada hari ketiga, Tetuko diterbangkan ke bandara kecil di Pangkalan Bun Kalimantan Tengah, dan kemudian terbang lagi ke Surabaya. Ketika hendak mendarat di Surabaya, hujan dan guntur serta kilat sabung-menyabung seakan-akan menjebak Tetuko. Pesawat itu terguncang ke kiri dan ke kanan tetapi Pak Menteri Rusmin Nurjadin mampu mendaratkan pesawat itu dengan mulus. Tetuko berhasil memperlihatkan keunggulannya, kata Pak Menteri.
Pak Harto tetap tersenyum, tetapi kali ini terasa pahit lantaran situasi politik mulai gunjang-ganjing. Sebelum pesawat Tetuko itu terbang, dia telah lebih dulu mencaplok Timor Timur atas persetujuan Amerika Serikat, karena rakyat negeri itu telantar seperti anak ayam kehilangan induk setelah ditinggalkan penjajah Portugis.
Timor Timur bergolak setelah perang dingin usai. Ribuan orang mati terkapar karena perang saudara. Di depan hidungnya sendiri mahasiswa memberontak sebab korupsi ternyata merebak di mana-mana. Sebagian orang di lingkungan Pak Harto menjadi kaya raya, tetapi rakyat melarat di mana-mana.
Utang negara menggelembung, rakyat miskin membengkak jumlahnya mencapai lebih dari 30 juta orang. Angka kemiskinan itu diungkapkan oleh seorang begawan ekonomi yang kemudian menjadi besannya sendiri, Sumitro Djojohadikusumo.
Keadaan ekonomi mulai morat-marit sampai nilai uang terjun bebas ke titik paling rendah setelah dia menyatakan rupiah diambangkan terhadap nilai dolar. Pada tahun 1997 krismon (krisis moneter) benar-benar manjatuhkan nilai rupiah menjadi 16.000 untuk setiap satu dolar AS. Tetapi, Pak Harto menolak usulan pakar ekonomi untuk menetapkan nilai tetap (peg) terhadap dolar AS karena mengatakan tidak punya cadangan devisa untuk mendukung program pemulihan itu.
Sudah berapa lamakah dia berkuasa? Menurut istilahnya sendiri, Pak Harto menyebut sudah "anem" kali. Pak Harto memang punya kebiasaan menyebut angka enam dengan "anem", di samping kata "semangkin" untuk menyebut "makin".
Akankah dia melanjutkan kekuasaannya, Pak Harto ternyata serakah juga. Suatu saat sebelum tahun 1990, Pak Harto berkata, "Undang-undang Dasar 45 menyebutken seorang presiden dapet melanjutken daripada jabatannya itu. Sebab masa jabatan daripada presiden itu adalah lima tahun hehehe.., dan sesudahnya dapat dipilih kembali hehehe!" Begitu kira-kira kata Pak Harto yang disiarkan telelvisi. Terasa seperti berolok-olok, tetapi siapa berani membantah?
"Akan saya gebuk!" kata Pak Harto, meski bibir tetap senyum.
Dari tafsirannya itu seorang presiden tentu saja tidak dibatasi masa jabatannya menurut Undang-undang dasar 1945. Supaya jangan ada bantahan, media massa pun diberangus, dan setiap penerbitan koran harus memiliki Surat Izin Usaha Penerbitan Pers atau SIUPP.
Orang awam dan masyarakat ramai tidak bisa bebas bicara, bungkam, tak bisa bikin komentar, sedangkan koran-koran hanya memuat berita yang baik-baik saja tanpa kritik. Bahkan seorang menteri pun hanya bisa bicara "atas petunjuk Bapak Presiden". Sejak itu Pak Harto mendapat gelar baru "otoriter".
Kapan Pak Harto berhenti? Putri sulungnya Mbak Tutut, suatu ketika pada awal 1990 pernah melontarkan kalimat "Bapak sudah cukup sampai di sini". Tak lama kemudian Pak Harto mengatakan, "Saya miris..." ketika diminta komentarnya tentang kelanjutan jabatannya.
Kata "miris" yang diambilnya dari bahasa Jawa, menjadi istilah yang begitu terkenal, sampai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pun mencatatnya sebagai kosa kata baru yang masuk dalam khazanah bahasa Indonesia.
Pada tahun yang sama Pak Harto menciptakan istilah baru tentang masa kepimpinannya. Dia berkata sudah "semangkin" tua dan karena itu tidak akan terus selamanya menjadi presiden. Sebenarnya itu ungkapan jujur untuk tidak lagi menjadi orang nomor satu.
"Saya ini semangkin tua, tetapi biarpun begitu saya ini kan orang TOPP hehehe...tetapi top dengan dua huruf p. Artinya daripada kata itu adalah...Tua Ompong Peot Pikun, hehehe..,!" Senyum khasnya masih terus tersungging di bibirnya, seakan-akan dengan jujur mengatakan tidak akan menjadi presiden lagi.
Tetapi setelah itu senyum manis Pak Harto bisa ditafsirkan lain, sebab di baliknya ternyata terkandung pula sikap "mencla-mencle". Ketika istrinya Nyonya Tien meninggal dunia bulan April 1996, wajah Pak Harto seperti mengkerut, senyumnya hampir tidak lagi tersungging. Kalaupun terpaksa, senyum itu tidak lagi memancarkan rasa sejuk di mata pencintanya.
Pak Harto rupa-rupanya pantang mundur. Dia malah maju menjadi presiden RI untuk ketujuh kalinya, entah karena ambisi pribadinya, mungkin juga karena desakan orang dekat untuk menyelamatkan harta "hasil pembangunan".
Enam bulan sesudah istrinya meninggal dunia, Oktober 1996, Pak Harto pergi ke Kupang NTT untuk melihat hasil karya usaha anaknya Bambang Trihatmojo. Di Kupang NTT telah didatangkan lebih dari seribu ekor burung unta dari Zimbabwe, Afrika Selatan, untuk diternakkan di daerah kering itu.
Masyarakat petani di Pulau Timor menyambut kedatangan burung unta seperti malaikat penyelamat. Ketika burung itu tiba di Kupang, harga jagung naik seratus persen dari Rp250 per kilogram menjadi Rp500 per kilogram. Jagung adalah makanan utama burung-burung raksasa yang tak bisa terbang itu.
Pak Harto datang hanya didampingi putranya Bambang, dan di Kupang dia disambut meriah dengan alunan lagu merdu ciptaan Titiek Puspa. Dalam lagu itu Pak Harto mendapat puji-pujian dengan julukan "Bapak Pembangunan". Tetapi dia hanya membalas sambutan ribuan orang Kupang hanya dengan lambaian tangan.
Guratan ketuaan di wajahnya tak dapat lagi disembunyikan. Pak Harto masih dapat berbicara lantang di depan para petani setempat, tetapi suaranya kadang-kadang diselingi batuk-batuk kecil. Meskipun demikian Pak Harto masih dapat makan dan mengunyah jagung rebus di desa Polen kira-kira 150 kilometer di sebelah timur Kupang.
Pada tahun 1998, dua tahun sepulangnya dari Kupang, demonstrasi mahasiswa agaknya tak dapat lagi dibendung sebab Gedung DPR/MPR di Senayan seperti semut mengerubungi mangsa layaknya, penuh dengan mahasiswa sampai ke atap gedung. Pak Harto pun terpaksa turun.
Anehnya, burung unta yang sempat berkembang sampai lima ribu ekor lenyap karena mati semua. Dan, IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) yang kemudian berganti nama menjadi PT DI (Dirgantara Indonesia) kembang kempis nyaris gulung tikar.
Tuduhan koruptor semakin menyiksa diri, dan Pak Harto masuk dan keluar rumah sakit sampai lebih dari sepuluh kali sejak dia turun dari takhta kepresidenan. Akhirnya dia dijemput maut di Rumah Sakit Pusat Pertamina setelah 24 hari lamanya menderita sengsara di bawah siksaan alat canggih kedokteran.
Pak Harto pergi untuk selamanya dan pada akhirnya hanya meninggalkan kata-kata "anem" kali daripada masa jabatan, dan sesudahnya dapet dipilih kembali. Meskipun merasa "miris" untuk menjabat daripada presiden dan usia sudah semangkin tua tetapi masih mau meneruskan daripada tugas pemerintahan.
Dia meninggalkan warisan kata-kata lain yang mungkin akan tetap dikenang. Dia menyatakan dirinya orang TOPP, Tua Ompong Peot Pikun. Tubuhnya lemah lunglai dan seperti bukan "otoriter" dan Pak Harto "the smiling general" itu tidak bisa lagi "menggebuk" lawan politiknya.
Umbu Rey
Selasa, 29 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar