Istilah "petani ikan" sungguh membuat saya geli. Sejak zaman Orde Baru istilah ini sudah dipakai sebagai kebiasaan sampai sekarang, dan dianggap benar oleh kesepakatan umum. Kantor Berita Antara masih tetap menggunakan istilah itu tetapi bagi saya, ini istilah adalah penyimpangan.
"Petani" adalah orang yang pekerjaannya bertani atau becocok tanam sedangkan "ikan" adalah binatang bertulang belakang yang hidup dalam air (KBBI edisi ketiga). Pokoknya, ikan itu binatang atau hewanlah, bukan tumbuh-tumbuhan atau tanaman. Karena itu ikan tidak bisa dipertanikan, atau tidak bisa ditanam. Entah siapa yang mencetuskan istilah "petani ikan" saya tidak tahu.
Petani ikan dipahami secara umum adalah orang yang pekerjaannya "menanam ikan". Padahal bibit ikan itu tidak ditanam tetapi ditebarkan di tambak. Istilah "petani ikan" itu aneh bagi saya, tetapi teman saya bilang "Itu sudah biasa, terima saja!" Kalau saya bilang, petani bebek atau petani kodok, teman saya itu protes, tidak setuju. Itu tidak lazim, katanya. Lha, kan bebek dan kodok biasa di air juga dan sama-sama binatang dan pelihara juga oleh petani.
Dahulu, hewan air dari jenis ikan kecil dan sedang, serta udang dipelihara supaya menghasilkan uang agar menghidupkan para nelayan. Pada masa-masa tertentu di musim angin barat gelombang laut sangat tinggi dan berbahaya, sehingga nelayan tak dapat melaut. Pada masa itu ikan pun sulit didapat.
Untuk menyambung hidupnya, para nelayan membuat tambak di pinggir laut supaya air mudah masuk sebab di dalam tambak itulah ikan dan udang dilepas dan dipelihara. Dari sebab itu para nelayan yang memelihara ikan dalam tambak disebut "petambak". Mereka bukan penambak.
Kata "petambak" muncul dari turunan kata dasar "tambak" yang berawalan ber-. Maka terjadilah sublema: tambak --> bertambak --> pertambakan --> petambak.
Jika kata jadian itu diartikan, maka bertambak adalah (mengusahakan) tambak, pertambakan adalah tempat bertambak, dan petambak adalah orang yang bekerja atau mengusahakan tambak untuk menghidupi dirinya dengan pekerjaan bertambak.
Lama-lama, ikan air tawar pun dapat dipelihara di daerah pergunungan dan di perbukitan, misalnya ikan mas, gurame, dan gabus. Ada petani yang menemukan satu jenis ikan tawar dan diberinya nama "mujair" sesuai dengan nama penemunya, yakni Pak Mujair. Ikan itu dipeliharanya di empang. Tetapi Pak Mujair bukan "pe-empang" sebab kata itu tidak berterima dalam bahasa Indonesia.
Usaha untuk menjadikan sesuatu itu bermanfaat dan menghasilkan disebut "budidaya". Karena itu, alih-alih menggunakan istilah "petambak ikan" orang lebih suka menyebut "pembudidaya ikan" sebab ikan itu dibudidayakan supaya dapat menghasilkan uang.
Dari sebab itu kata "petambak" sekarang sudah hampir lenyap. Yang tinggal adalah kata-kata tak bernalar semua, termasuk "kebun binatang" Ragunan. Di kebun binatang itu tidak ada petani monyet dan petani harimau. Yang ada pawang ular, bukan petani ular. Petani ikan apalagi..., tak ada.
Umbu Rey
Rabu, 15 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar