Selasa, 14 Juli 2009

Rumah sakit bersalin

Di dekat Kampung Cerewed Bekasi Timur ada sebuah rumah di pinggir jalan. Di depan rumah itu ada papan nama dan tertera di situ tulisan besar-besar RUMAH SAKIT BERSALIN. Yang dimaksudkan dengan kata "bersalin" di papan nama itu tak lain adalah melahirkan anak atau beranak.

Dalam hati saya bertanya, "Itu rumah sakit siapa yang bikin bunting sampai bisa bersalin?" Kalau rumah itu dipersonafikasi, maka seakan-akan dia adalah seorang bini dari lelaki yang entah siapa namanya, tak tertulis di papan nama itu. Mungkin karena itu, sudah lama orang-orang mempersamakan saja istilah rumah sakit bersalin dengan "rumah sakit korban lelaki".

Teman saya, Mulyo Sunyoto, berkata bahwa yang dimaksudkan dengan "rumah sakit bersalin" itu tentu saja adalah rumah tempat bersalin. Itu sudah benar, katanya. Penjelasannya itu membuat saya geli, lantaran tak sesuai dengan kaidah tata bahasa yang saya pahami.

Kita telah lama mengenal istilah "rumah sakit" yang konon terjemahan dari bahasa Belanda "sicken huis". Ini istilah sudah lama berterima lantaran kita sudah terbiasa pula dengan istilah "rumah duka". Di milis ini rekan-rekan yang lain sudah menggunakan istilah "sepeda santai" dan sejak dulu kita terbiasa pula menyebut 'kursi malas".

Rumah sakit, rumah duka, sepeda santai, dan kursi malas, adalah gabungan dua kata yang kedua-duanya adalah kata dasar. Yang pertama adalah nomina (kata benda) dan kata yang mengikutinya adalah adjektiva. Kita tidak pernah menulis rumah bersakit-sakit, rumah berduka, sepeda bersantai, dan kursi bermalas-malasan.

Maka sejalan dengan itu, mestinya kita menyebut rumah di pinggir jalan dekat Kampung Cerewed itu adalah "rumah salin". Tetapi rumah salin tak ada hubungan dengan orang (bini) bersalin sebab kata dasar "salin" tidak merujuk pada arti "melahirkan anak". Lagi pula, kata "salin" itu bukan pula adjektiva.

Saya bilang pada Mulyo, bangsa ini kalau bicara tak pernah taat pada kaidah. Apalagi kalau mereka omong lisan tentang sesuatu, maka kata-kata keluar begitu saja dari bibirnya sebab yang penting lawan bicara mengerti. Mana penah mereka pikir soal kaidah bahasa.

Tetapi kalau kalimat itu dipaparkan dalam tulisan, maka kaidah bahasa mestilah mutlak dituruti supaya orang lain tidak bingung. Maka, jikalau kita mengikuti kaidah bahasa, frasa RUMAH SAKIT BERSALIN yang tertera di papan nama itu akan pasti bermakna rumah itu melahirkan anak.

Menurut kaidah yang saya paham, kata "bersalin" mestilah menurunkan kata "mempersalinkan" dan "persalinan" . Kata jadian atau sublema yang terakhir ini yakni "persalinan" merujuk pada makna "hal mengenai bersalin" atau "tempat bersalin".

Bandingkan dengan kata "bermukim -->mempermukimkan --> permukiman.

Jadi, kalau mau taat asas, maka di papan nama di depan rumah tempat orang (perempuan) melahirkan anak itu seharusnya adalah RUMAH PERSALINAN, yakni rumah tempat bersalin.

Mungkin saja saya keliru, tetapi saya pikir, "rumah persalinan" itu bagaimana pun lebih baik dan pas daripada "rumah sakit bersalin" apalagi "rumah sakit korban lelaki.

Umbu Rey

Tidak ada komentar: