Jumat, 13 Juni 2008

Polisikan AKKBB

Imbuhan "me - kan" yang mengapit kata dasar (D) bilangan, kata sifat, dan kata benda pada umumnya berarti "menjadikan objek (D)". Itu kaidah bahasa Indonesia yang saya pelajari ketika masih di kampung dulu.

Contoh:
1. Menyatukan bangsa artinya menjadikan bangsa satu
2. Menyakitkan hati artinya menjadikan hati sakit
3. Menginggriskan diri artinya menjadikan diri Inggris.

Rupanya tidak selalu begitu, sebab "polisi memenjarakan penjahat" tidaklah berarti menjadikan penjahat sebagai penjara, tetapi memasukkan penjahat ke dalam penjara.

Judul berita yang saya ambil dari situs Detikcom di bawah ini tertulis "FPI Polisikan AKKBB". FPI mempolisikan atau memolisikan AKKBB mungkin adalah perkembangan bahasa Indonesia. Maksudnya, FPI melaporkan atau mengadukan AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) ke polisi.

Perkembangan bahasa Indonesia tampaknya telah menjungkirbalikkan tata bahasa, tetapi pengertian itu rasanya juga tidak selalu benar karena tata bahasa itu disusun menurut perkembangan bahasa (lisan). Karena itu, perkembangan bahasa seakan-akan telah menyimpang dari aturan tata bahasa.

Saya sangat taat pada tata bahasa tetapi memerlukan pertimbangan lain juga, semisal rasa bahasa, untuk mengerti sebuah konteks kalimat atau menyusun sebuah kalimat. Di setiap bahasa mesti ada pengecualian lantaran susunan kalimat itu menyimpang dari tata bahasa yang sudah baku.

Rekan-rekan seguyub yang terlalu terpaku taat kaku karena sangat teguh berpegang pada kaidah bahasa Indonesia mungkin akan bingung kalau saya mengatakan: Karena tidak mengerti, saya akan mem-pusatbahasa-kan kalimat Anda.

Mem-pusatbahasa-kan kalimat Anda mungkin sekali janggal jika ditilik dari kaidah yang saya sebutkan di atas, tetapi sama seperti kalimata "memenjarakan" yang berarti memasukkan dalam penjara, maka "memusatbahasakan" bolehlah diberi makna bertanya kepada Pusat Bahasa.

Tidak salah kan? Lha, kan sama dengan "mempolisikan".

Umbu/Antara

DISEBUT LASKAR SETAN, FPI POLISIKAN AKKBB

Hestiana Dharmastuti - detikcom

Jakarta - Front Pembela Islam (FPI) akan melaporkan dugaan penodaan agama yang
dilakukan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKK-BB) ke
Polda Metro Jaya.

"Kita akan melaporkan gerakan AKK-BB yang memfitnah Laskar Islam pukul 10.00 WIB ke
Polda Metro Jaya, termasuk 2 korban dari insiden itu yang kita bisa sebut sebagai dalang rusuh," kata kuasa hukum FPI, Achmad Michdan, kepada detikcom, Selasa (3/6/2008).

Menurut dia, FPI akan membawa sejumlah bukti seperti rekaman, dan saksi-saksi.

Michdan memaparkan insiden Monas dipicu oleh provokasi dari AKK-BB. Kegiatan AKK-
BB pun dinilai tidak memiliki izin.

"Mereka bukan bicara kesatuan dan antikekerasan. Tetapi memfitnah dan mengangkat
persoalan Ahmadiyah. Mereka bilang, jangan terpengaruh dengan laskar kafir dan laskar
setan," ujar Michdan.

"Siapa yang tidak marah disebut laskar kafir dan laskar setan. Ketika kita meminta aksi AKKBB dihentikan, mereka mengeluarkan senjata api dan meletuskannya. Kita jadi marah. Ini yang tidak terekspose media," lanjut dia.

Untuk itu, Michdan berharap kepolisian mengusut kasus ini secara transparan. Ada 4 anggota FPI, termasuk Munarman yang diduga oleh kepolisian terlibat kerusuhan itu.

"Mereka tidak menyebutkan nama hanya menunjukkan wajah-wajah dalam foto dan rekaman. Tetapi tidak betul mereka anggota FPI. Jika mereka melakukan kekerasan, itu bukan
perintah atasan dan sangat mungkin dilakukan oleh oknum," paparnya. (aan/asy)

Tidak ada komentar: