Jumat, 18 Desember 2009

Ilmu peNGetahuan

Kata berimbuhan "pengetahuan" pastilah memiliki atau berasal dari kata dasar TAHU (bukan tempe). Orang menjadi tahu karena "mendengarkan dan menyaksikan". Sesuatu yang didengar kita sebut kedengaran dan yang disaksikan kita sebut kesaksian. Maka sesuatu yang telah diketahui pun kita sebut ketahuan.

Dari kata dasar "dengar" akan turun kata "pendengaran", dan dari kata "saksi" akan turun kata "penyaksian". Maka sejalan dengan itu, dari kata TAHU sesungguhnya akan turun pula kata "penahuan".

Lalu, dari mana turunnya kata "peNGetahuan"? Mungkin dari "ketahuan". Tetapi, dari kata kedengaran tidak pernah terbentuk kata berimbuhan "peNgedengaran" dan dari kata kesaksian pun tidak pernah turun kata "peNGesaksian".

Jika saya melakukan penelusuran maka turunan kata-kata tersebut di atas sbb:

1. Dengar --> pendengar --> mendengar(kan) --> pendengaran --> dengaran

2. Saksi --> penyaksi --> menyaksikan --> penyaksian --> saksian

maka,

3. Tahu --> penahu --> menahukan --> penahuan --> tahuan

Turunan kata pada butir (3), agaknya tidak berterima karena "penahuan" mungkin dimengerti sebagai kata berimbuhan yang turun dari kata dasar "nahu", yakni kata serapan dari bahasa Arab yang berarti 'tata bahasa", atau mungkin proses membuat tahu (sejenis makanan dari kedelai).

Tetapi, kata berimbuhan "peNGEtahuan" pun sangatlah aneh di pikiran saya jika dia berasal dari kta KETAHU. Soalnya, saya tidak menemukan kata itu dalam KBBI edisi pertama sampai ketiga. Entahlah mungkin pada KBBI IV (saya belum memiliki kamus itu ketika tulisan ini saya buat).

Kata yang sebentuk dengan "ketahu" kita kenal ada kata "KETEMU", tetapi kata itu agaknya bukan dari kata dasar "temu", sebab kata berimbuhan yang terjadi dari kata "ketemu" tak pernah menghasilkan bentukan atau sublema "meNGetemukan", atau "peNgetemuan".

Karena itu, kata berimbuhan "peNGEtahuan" saya anggap sebuah bentuk penyimpangan tata bahasa. Jika kata itu benar diturunkan dari kata dasar TAHU maka seharusnya kita menyebut "Ilmu peNahuan" oleh sebab nasal N adalah fonem T yang diluluhkan.

Jadi, hendaklah semua orang "menahui" , dan bukan 'mengetahui" .

Umbu Rey

Tanggapan Bung Yanwardi:

Masalah yang diangkat Umbu kali ini kian memperlihatkan bahwa bahasa tidak dapat dirumuskan seperti ilmu pasti. Ada saja rumpang dalam pola-pola bahasa. Kita harus menyikapinya dengan bijaksana. Akan tetapi, sekalipun ada rumpang, tetap saja ada sebuah sistem yang bisa menjawab rumpang itu.

Demikian pula untuk kasus kata "pengetahuan" . Sebenarnya, kata ini bukan pangkal masalahnya. Sudah sama-sama kita ketahui, kata benda (berafiks pe-/pe-an) dalam bahasa Indonesia umumnya diturunkan dari kata kerjanya (berafiks me-/me--kan/ -i).

tulis-menulis- penulis-penulisa n-(tulisan)
buat-membuat- pembuat-pembuata n-(buatan)
amat-mengamati- pengamat- pengamatan- (amatan)
bunuh-membunuh- pembunuh- pembunuhan (ada rumpang)

Kata "pengetahuan" diturunkan dari kata "mengetahui" . Yang menjadi masalah apa bentuk dasar dari kata "mengetahui" ? Kalau bentuk dasarnya "tahu", dari mana asal fonem /ng/? Andai merujuk pada KBBI IV, kita menjadi jelas: di halaman 1377, terdapat kata (sublema) "ketahu".

Jadi, "ketahu" adalah kata jadian dari proses afiksasi (pengimbuhan) prefiks (awalan) "ke+tahu". Saya sendiri secara deskriptif tidak atau belum menemukan data kata "ketahu". Dalam idiolek saya, juga kata ini tidak terterima. Namun, saya yakin KBBI IV tidak asal mencatat kata ini. Pasti ada dasarnya.

Dengan berasumsi bahwa kata "ketahu" terterima, kata "pengetahuan" menjadi tidak bermasalah. Kata ini juga memiliki "saudara" dalam bahasa Indonesia ragam standar, yakni ketua, kekasih, dan kehendak. Berikut pola hierarki kata-kata berprefiks ke- tersebut (kecuali kata kekasih, yang proses pembentukan katanya berhenti di sini).

tahu-ketahu- mengetahui- pengetahuan

tua-ketua-mengetuai -pengetua- (pengetuaan? )

hendak-kehendak- mengehendaki (kata ini masih banyak ditemukan, bersaing dengan "menghendaki" ; harian "Sinar Harapan" masih menggunakannya, dan KUBI Poerwadarminta masih mencatatnya).

Dalam paradigma kata berprefiks ke-, tampak banyak rumpangnya. Makna pe-an dalam "pengetahuan" adalah 'hasil dari perbuatan mengetahui'. Jadi, berbeda dengan makna konfiks "pe-an" yang umum, yakni 'proses dari verbanya'. Sebaliknya, makna pe-an di sini sama dengan makna sufiks (akhiran) -an, yakni 'hasil perbuatan verbanya' (tulisan, lukisan, buatan, amatan, dll).

"Untunglah", makna (gramatikal) afiks pe-an, sebagaimana dalam pengetahuan (yakni 'hasil' ), memiliki "teman", yaitu dalam kata "penghasilan (saya)", "pendapatan (karyawan)", dan "pemasukan (pedagang)". Konfiks pe-an yang bermakna 'hasil' tampak dalam konstruksi (frasa) kepemilikan' dan konstituen yang mengikutinya merupakan subyek. Sebaliknya, "pe-an" yang bermakna 'proses' terdapat dalam konstruksi modifikatif dan konstituen yang mengikutinya merupakan obyek (pembunuhan mantan artis, penggosokan intan, pencemaran udara).

Luar biasa memang masalah kata "pengetahuan" : satu kata memunculkan banyak keterkaitan. Belum lagi masalah pelesapan/peleburan fonem /k/ mengapa terjadi dalam "mengetuai" dan "mengetahui" , tetapi tidak dalam "memperkuat" dan "memperkencang" ? Padahal, kasusnya sama: ke- dan per- merupakan imbuhan dan /k/ dan /p/ adalah konsonan letup takbersuara. Ada komentar?

Terima kasih Umbu yang telah membuka gerbang.


Tanggapan saya:

Hehehe.., rupa-rupanya ada pula kata "ketahu". Bahasa Indonesia memang mengenal kata "ketua" dan "kehendak", serta "kekasih", tetapi dalam pikiran saya, dari bentuk kata "ketua" hanya turun kata "mengetuai" dan kata "kehendak" tidak menurunkan kata "meNGEhendaki" , sedangkan "kekasih" stop sampai di situ.

Jikalau "ketahu" itu memang ada dalam KBBI IV maka "pengetahuan" tidaklah menjadi masalah. Cuma, dari mana datangnya "ketahu" itu perlu pula dicari jawabannya, soalnya saya belum pernah dengar.

Barangkali yang perlu dibicarakan sekarang soal kata "kekasih" yang menurut pendapat saya (mungkin sekali) berasal dari bentuk kata ulang "(ber)kasih- kasih(an) ". Itu sebabnya kata "kekasih" tak pernah mendapat imbuhan me-kan(i) dan pe-an.

Pembentukan awalan (?) ke + kasih --> kekasih tampaknya memiliki pola yang sama dengan kata berikut:

Tua-tua --> tetua (orang tua-tua adat)
Tangga-tangga --> tetangga (rumah dulu selalu pakai tangga)
Daun-daun --> dedaunan
Pohon-pohon - -> pepohonan
Rumput-rumput --> rerumputan
Batu-batu --> bebatuan (yang ini lagunya Ebiet G Ade) dstnya.

Dua tahun yang lalu dalam milis ini saya pernah membuka forum untuk membicarakan soal istilah "reruntuhan" pesawat. Saya tidak setuju dengan istilah itu karena pesawat terbang tidak pernah runtuh.

Pesawat itu jatuh dari udara dan karena itu lebih tepat kita gunakan istilah "jejatuhan" untuk menyebut bangkai pesawat terbang yang hancur itu. Soalnya, sekarang ini sudah muncul pula kata "jejaring" yang mungkin berasal dari "jaring-jaring" .

Maka, mulai sekarang bolehlah kita menggunakan istilah "lelongsoran" tanah karena di mana-mana terjadi banyak tanah longsor ketika hujan mulai turun dan gempa terjadi di mana-mana.

Umbu Rey

Tidak ada komentar: