Kamis, 27 November 2008

Tanah longsor diamankan

Pada tulisan yang lalu saya sudah menjelaskan masalah tentang kata berimbuhan "mengamankan". Saya juga mengatakan kata "aman" itu tidak lagi digunakan sebagai metafora untuk menghaluskan pengertian atau eufemisme. Dengan kata lain, "aman" haruslah digunakan dalam pegertian bebas dari bahaya, bebas dari gangguan, terlindung dari bahaya, tenteram.

Berita dari Bojonegoro tentang tanah longsor di bawah ini sangat membingungkan, dan sialnya disunting oleh wartawan senior yang pernah memimpin biro. Dia seharusnya cermat menyunting dan tidak asal melepas berita dengan alasan apa pun.

Saya tak hendak menuduh orang dengan pengertian yang bukan-bukan, atau melecehkan orang melalui milis ini, sebab tulisan yang saya kritik di bawah ini sudah tersiar lewat VSAT. Artinya, kita boleh berasumsi bahwa berita ini sudah dibaca orang.

Bukankah kita sudah bertekad untuk menjadi kantor berita kelas dunia? Begitu kita melepaskan satu berita, maka nama lembaga Kantor Berita Antara juga dipertaruhkan. Jika berita kita akurat, orang percaya akan kemampuan kita, tetapi jika yang terjadi seperti berita yang tersiar ini maka tentu saja citra lembaga ini pun akan rusak.

Perhatikan kalimat pada judul berita. Di situ terdapat dua pokok kalimat atau dua masalah sekaligus yang dibicarakan. Pertama, tanah longsor mengancam, dan kedua, jembatan Malo diamankan.

Jika tanah longsor itu mengancam, apakah yang diancamnya, atau apakah yang terancam oleh tanah longsor itu? Kalimat pada judul berita ini akan dapat berlogika jika saja Pedoman Penulisan Berita Antara tidak menabukan tanda baca khususnya koma. Para petinggi Redaksi di lantai 20 sudah menetapkan bahwa tanda koma tidak boleh digunakan dalam judul, padahal sebuah tanda baca koma akan memberikan perbedaan makna pada sebuah kalimat.

Jika saja kalimat judul itu kita beri tanda koma setelah kata MENGANCAM, maka bentuk kalimat judul itu akan seperti ini:

TANAH LONGSOR MENGANCAM, JEMBATAN MALO DIAMANKAN. Dalam kalimat ini jelas menerangkan bahwa ada sesuatu yang mengancam dan ada yang diamankan.

Coba Anda bandingkan dengan kalimat judul yang asli (yang ditulis tanpa koma). Akan muncul pengertian bahwa tanah longsor mengancam jembatan Malo. Lalu, yang diamankan itu apa?Sekarang perhatikan pula kalimat pada teras berita. Sangat membingungkan, kata teman-teman yang sudah membacanya, sebab merupakan kalimat majemuk bertingkat dengan kata tugas 'yang' terlalu banyak (terlalu banyak sematan atau anak kalimat).

Kalimat pada teras itu telah menempatkan posisi predikat terlampau jauh dari subjeknya karena dipisahkan oleh beberapa penggal anak kalimat dan karena itu sulit sekali kita menentukan mana subjek dan mana pula predikatnya.

Subjek adalah sesuatu yang dibicarakan, dan predikat adalah bagian kalimat yang menerangkan pekerjaan yang disebutkan oleh subjek (kaidah bahasa). Baiklah saya tentukan saja bahwa yang dibicarakan dalam berita ini adalah "tanah longsor".

Tanah longsor adalah subjek yang dibicarakan tetapi dalam kalimat itu ada anak kalimat "yang mengancam pondasi (seharusnya fondasi) jembatan Malo dan "yang menghubungkan Kecamatan Malo dan Kalitidu, Bojonegoro, Jatim". Itu berarti bahwa tanah longsor itu sedang mengancam fondasi jembatan, bukan?

Lalu, kita tentukan pula bahwa predikat sesungguhnya dalam kalimat itu adalah kata "diamankan". Timbullah pertanyaan, apakah yang diamankan? Berhubung kata "diamankan" adalah predikat yang menerangkan tanah longsor, maka menurut kaidah (hukum DM), tanah longsor itulah yang diamankan.

Logika kalimat pada teras berita itu akan menjadi semakin amburadul atau kacau-balau, ketika muncul pertanyaan baru, "dapatkah atau mungkinkah tanah longsor itu diamankan?" Bukankah yang mengancam fondasi jembatan itu adalah tanah longsor? Menurut logika, tidaklah mungkin sesuatu yang mengancam itu diamankan.

Andaikata seorang perampok mengancam Anda dan barang berharga milik Anda itu akan diambil secara paksa, apa yang seharusnya diamankan? Perampokkah atau barang milik Anda? Kalimat pada judul berita di bawah ini tidak jelas menerangkan "apa yang diamankan". Tanah longsorkah atau fondasi jembatan?

Jika kita hendak bernalar, seharusnya yang diamankan atau dilindungi itu adalah fondasi jembatan Malo agar tidak dirusakkan oleh ancaman tanah longsor. Jadi, seharusnya pula "fondasi jembatan" itulah yang menjadi pokok kalimat, yang harus dibicarakan dan yang harus menjadi subjek kalimat. Jadi, yang seharusnya diamankan adalah fondasi jembatan agar tidak ambruk dari ancaman tanah longsor.

Perhatikan judul ini: JEMBATAN MALO DIAMANKAN DARI ANCAMAN TANAH LONGSOR

Kalau begitu kita harus lebih cermat menggunakan kata AMAN.

Ini beritanya:

IBUKOTA DAN DAERAH

TANAH LONGSOR MENGANCAM JEMBATAN MALO DIAMANKAN

Bojonegoro, 17/11 (ANTARA) - Tanah longsor sepanjang sekitar 200 meter yang mengancam pondasi jembatan Malo yang menghubungkan Kecamatan Malodan Kalitidu, Bojonegoro, Jatim diamankan dengan dipasang bronjong kawat dan diurug batu.
Kepala Dinas PU Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Andi Tjandra, Senin, menjelaskan, pekerjaan mengamankan tanah longsor di dekat pondasi jembatan Malo tersebut, langsung ditangani Departemen PU Pusat.
Penanganan longsornya jembatan itu, bersamaan dengan perbaikan tanggul Bengawan Solo di sejumlah lokasi di daerah hilir, Bojonegoro dan Tuban dengan anggaran sebesar Rp2 miliar. Diperkirakan, pekerjaan mengamankan tanah longsor sepanjang 200 meter lebih dengan mengurug batu dan memasang bronjong tersebut sudah 50 persen rampung.
Menurut dia, longsornya tanah di dekat pondasi jembatan tersebut, akibat gerusan air banjir luapan Bengawan Solo yang melanda daerahhilir di Bojonegoro, Tuban dan Lamongan, termasuk Gresik pada musimbanjir lalu.
Sementara itu, lokasi longsornya tanah jembatan di bagian utara tersebut berada di tikungan sungai Bengawan Solo, sehingga dengan cepat mudah longsor, akibat terkena gerusan air. "Longsornya tanah di dekat jembatan tersebut termasuk sudah kritis. Kalau tidak ditangani, akan mengancam jembatan," katanya menambahkan.
Dia menjelaskan, secara teknis adanya pengamanan longsor tanah didekat jembatan Malo yang dibangun dengan APBD Tk II sebesar Rp53miliar itu, bisa meredam tingkat kelongsoran pada musim banjirberikutnya.
"Dengan dibronjong, bisa meredam erosi yang mengancam tanah di dekat jembatan itu," kata Andi Tjandra menjelaskan.
***7***(
T.PK-SAS/B/C004/C004) 17-11-2008 16:36:34

Umbu Rey

Tidak ada komentar: