Senin, 24 November 2008

Breaking News

Tak seorang pun sampai saat ini, menurut amatan saya, mau mengubah atau mencari padanan kata "breaking news" dalam bahasa Indonesia. Sebagian orang mengatakan sulit menerjemahkan kata itu dalam bahasa Indonesia, dan sebagian lagi menelannya mentah-mentah karena alasan sudah merupakan istilah khas dalam dunia kewartawanan.

Yang lain lagi menggunakan istilah itu supaya kedengarannya keren dan yang lain dan yang lain-lain lagi sengaja menggunakan istilah Inggris mengikuti mode. "Kan istilah itu hanya digunakan oleh wartawan, tidak di tempat yang lain," kata mereka. Celakanya, mereka tak peduli kata itu dimengerti atau tidak oleh pembaca atau pemirsanya. Masa bodohlah, kira-kira begitulah kata mereka. Media elektronik Metro TV tak akan pernah mau mengubah namanya menjadi TV Metro, dan karena itu istilah "breaking news" mungkin akan tetap saja bergentayangan di layar Metro setiap saat.

Dalam Kongres IX Bahasa Indonesia Internasional di Jakarta bulan Oktober lalu, seorang penyaji makalah dari televisi ini dengan bangga mengatakan istilah itu dipakai justru untuk memperluas wawasan pemirsanya, meskipun para peserta kongres pada kebingungan semua mendengar penjelasannya.

Hari Senin 2 November 2008 lalu dalam milis guyubbahasa@yahoogroups.com, seorang wartawan RCTI meminta rekan-rekannya anggota milis dan FBMM untuk memberikan masukan kosakata yang tepat untuk menggantikan istilah "breaking news" karena televisi swasta paling tua itu tidak akan menggunakan lagi istilah asing itu.

Ada banyak istilah yang disebutkan untuk padanan kata "breaking news", antara lain "berita terbaru, berita teranyar, berita penting, berita mutakhir, berita terkini, dan berita kilat". Pusat Bahasa Departemen Pendidikan menawarkan "berita sela".

Mana yang tepat, belum lagi ada pilihan, tetapi agaknya "berita sela" akan diterima. Yang dimaksudkan dengan "berita sela" adalah berita terbaru yangdisisipkan dalam acara lain yang sedang berlangsung. Jadi, suatu acara (misalnya sinetron atau dialog) yang sedang berlangsung dapat dihentikan ketika sebuah berita terbaru atau "berita sela" tiba-tiba muncul.

Saya sendiri kurang setuju dengan istilah "berita sela" yang dianjurkan oleh Pusat Bahasa. "Breaking news" sebenarnya tidak lain dari istilah "stop press" yang lazim digunakan dalam media cetak. Yang dimaksudkan dengan "stop press" adalah instruksi untuk menghentikan proses pencetakan surat kabar yang sedang berlangsung ketika suatu peristiwa sangat penting tiba-tiba terjadi. Berita terbaru yang dianggap sangat penting itulah yang kemudian disebut"stop press".

Ketika pada tahun 1986 pesawat ulang-alik Challenger tiba-tiba diberitakan meledak beberapa menit setelah lepas landas di Cape Canavral Amerika Serikat, wartawan KOMPAS yang bertugas pada tengah malam dengan segera memerintahkan departemen percetakan agar proses pencetakan surat kabar itu dihentikan. Berita ledakan pesawat Challenger itu lalu disisipkan pada halaman muka surat kabar dan proses pencetakan diulang kembali pada tiras berikutnya. Dan, pada keesokan harinya muncul berita pada halaman pertama dengan kode "stoppress".

Istilah itu sekarang nyaris tak terdengar lagi lantaran surat kabar itu dicetak dua kali sehari. Cetakan pertama terbit pagi hari dan kemudian disusul terbitan kedua pada pukul 10.00 untuk menampung berita penting yang tidak sempat tersiar pada terbitan pertama.

Di Kantor Berita Antara? Berita "breaking news" itu tidak dikenal sebelum tahun 1986 karena penyiaran berita menggunakan buletin. Sistem penyiaran dengan menggunakan mesin telegraf hanya untuk pelanggan koran saja.

Ketika itu istilah "breaking news" hanya dipakai oleh kantor berita asing terutama yang terkenal seperti Reuters (Inggris), AFP (Prancis), UPI (Amerika Serikat). Kantor berita lain sepeti Kyodo (Jepang, DPA (Jerman), jarang sekali menggunakan istilah itu. Kantor berita Timur Tengah seperti IRNA (Iran), dan IINA (International Islamic News Agency) dan kantor beritaa di Asia Tenggara seperti TNA (Thailand), PNA (Filipina), dan Bernama (Malaysia) bahkan tidak pernah menggunakan istilah"breaking news".

Ada lebih kurang 40 kantor berita yang masuk ke Indonesia lewat Kantor Berita Antara, kecuali AP (Associated Press) yang khusus disiarkan oleh KNI. Semua berita dari kantor berita asing itu diterima Antara dengan menggunakan mesin telegraf atau mesin telex. Mesin-mesin itu ditempatkan di ruang redaksi lantai 20 Wisma Antara, berjejer di jendela kaca bagian selatan dari barat ke timur sesuai dengan kantor berita pengirimnya masing-masing. Sampai pada akhir tahun 1985 ruang redaksi terdengar sangat gaduh karena bunyi pengetikan mesin teleks yang tidak pernah berhenti siang dan malam.

Mesin-mesin penerima berita terutama dari tiga kantor berita utama yakni Reuters, AFP, dan UPI berbunyi terus tidak pernah berhenti menyiarkan berbagai macam jenis. Kertas berita sampai berpuluh-puluh meter panjangnya, dan setiap pagi kalau dikumpulkan bisa mencapai puluhan kilogram.

Para redaktur internasional Redaksi Inggris ketika itu harus terus memantau berita-berita itu setiap saat kalau-kalau ada berita yang lebih penting tiba-tiba masuk. Berita-berita yang sangat penting itu biasanya disebut "breaking news" karena sifatnya "memutuskan rangkaian berita yang tidak pernah berhenti tersiar itu" supaya lebih dahulu terbaca di mesin teleks.

Jadi, "breaking news" sebenarnya berarti berita penting yang memutuskan arus berita lain yang sedang tersiar. Tetapi Kantor Berita Reuters, UPI dan AFP masih harus menulis pula kata'''urgent....urgent'''....urgent'''' pada judul berita supaya lebih nyata bahwa itulah berita yang paling akhir dan sangat mendesak untuk disiarkan segera.

Pada awal tahun 1986 Kantor Berita Antara melakukan langkah maju memasuki era komputer, dan berita-berita yang disiarkan tidak lagi menggunakan mesin teleks. Antara menggunakan mesin komputer NEC yang ketika itu sudah merupakan mesin canggih. Berita yang dikirim oleh reporter dari lapangan sebagian menggunakan laptop yang ketika itu masih menggunakan gagang telefon biasa.

Sebelum mengirim berita, reporter lelbih dahulu menghubungi "Gathering File" (GF) seperti kita menelefon dengan telefon duduk, dan kalau ada nada sambung barulah gagang telefon itu ditempelkan rapat-rapat pada mesin laptop sebelum tombol "send" ditekan. Gagang telepon itu harus rapat benar sebab kalau ada suara berisik masuk, pengiriman bisa gagal.

Mesin komputer itu tidak menerima berita langsung dalam bentuk huruf sebab yang terlihat di layar komputer hanyalah nomor-nomor urut berita yang dikirim oleh mesin penerima Gathering File itu. Biasanya di depan nomor itu tertulis huruf G0123789 misalnya. Itu pun tidak langsung ke meja sunting sebab harus ada petugas di meja sunting "Penerima" yang kemudian mengirimkan berita itu ke meja kepala sunting sesuai dengan jenis beritanya.

Nomor-nomor berita itu harus dipencet dulu barulah kita mengetahui berita apa di balik nomor itu. Jika seorang redaktur hendak menyunting berita itu, dia harus mengirim lagi nomor-nomor berita itu ke komputernya masing-masing untuk disunting. Sebelum disunting, berita itu harus pula masuk dahulu ke dalam "floppy disk" atau disket sebab tidak bisa langsung menyunting di layar. Sekarang ini mungkin sama dengan "alokasi" berita.

Berita yang dibuat oleh reporter atau yang diterjemahkan dari kantor berita asing harus dikirim kepada "supervisor", juga dalam bentuk nomor berita misalnya, D0002345987 (huruf D mengartikan bahwa berita itu sudah disunting dan siap di distribusikan ke pelanggan). Supervisor harus membaca berita itu sekali lagi dan melakukan koreksi sekali lagi, sebab dialah yang paling bertanggung jawab jika terjadi kesalahan berita atau delik pers.

Penyiaran berita lewat komputer NEC itu tidak mengenal pula istilah "breaking news". Pengiriman berita dilakukan dengan nomor prioritas dari angka 1 sampai angkat 7. Pada keadaan normal berita yang terkirim biasa otomatis tersiar dengan prioritas 7. Jika berita itu dianggap sangat penting dan mendesak maka "supervisor" akan membubuhkan angka prioritas 1 agar berita itu sampai paling cepat, dan di layar pelanggan berita itu akan terbaca dengan kode """KILL""".

Berita yang prioritasnya di bawah KILL itu adalah angka 2 yakni "FLASH" dan yang penting biasa akan terbaca "URGENT". Rupa-rupanya kata KILL dan URGENT itu sudah dilupakan oleh Antara, dan sampai sekarang cuma kata "FLASH" itu yang digunakan untuk berita sangat penting dan mendesak. FLASH artinya KILAT.

Saya pikir, istilah KILAT itulah yang pas atau cocok benar untuk menggantikan "breaking news" jika "breaking news" itu tidak bisa diterjemahkan karena alasan tidak ada padanan yang cocok dalam bahasa Indonesia.

Kalau begitu, mengapa kita tidak menggunakan saja istilah "KILAT...."KILAT" sebagai pengganti kata "flash" itu? Daripada kita harus tunduk takluk dan sujud bersembah menghambakan diri pada istilah Inggris "flash" dan salah pula menulisnya menjadi "flesh" mengapa tidak kita perbiasakan menulis KILAT saja?

Kantor Pos telah sejak zaman Orde Lama menggunakan kata KILAT untuk surat-surat yang sangat penting dan harus lebih dulu sampai pada penerimanya di mana saja berada. Karena itu, mulai sekarang kita gunakan saja istilah "KILAT...KILAT" untuk berita sangat penting dan mendesak, karena saya lebih bangga menggunakan bahasa Indonesia daripada Inggris atau Arab.

Karena itu "breaking news" yang dibicarakan di atas lebih tepat kita padankan dengan istilah "berita kilat" sebab tidak sekadar menyela berita lain yang sedang tersiar. "Berita kilat" mengandung pengertian berita terbaru yang sifatnya mengejutkan dan menarik perhatian banyak orang untuk segera menyimak berita itu.

Umbu Rey

Tidak ada komentar: