Kamis, 04 September 2008

Tampak tidak terlihat

Saya tidak tahu persis apakah ini gejala penyimpangan atau memang perkembangan bahasa Indonesia. Hampir setiap saat saya amati koran-koran menulis kata "tampak" secara tidak tepat makna. Ini cuma pendapat saya dan boleh dibantah.

Beberapa tahun yang lalu ketika mantan Presiden RI Pak Harto masih hidup, kegiatannya selalu saja disorot wartawan. Pada suatu saat setelah bulan Ramadan diadakanlah sembahyang Ied di Masjid At-Tien di Taman Mini Indonesia Indah untuk menyambut Idulfitri. Masjid itu, konon, didirikan oleh Pak Harto. Ribuan orang memadati masjid itu.

Kantor Berita Antara juga meliput kegitan itu, dan wartawannya tentu saja melaporkan peristiwa itu dari sudut pandangnya. Apa yang dilihatnya di situ dilaporkannya semua secara terperinci, dan berhamburanlah kata "tampak" dalam laporannya itu.

Salah satu kalimatnya berbunyi "Ribuan umat muslim memadati Masjid At-Tien di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) untuk melakukan sembahyang Ied, tetapi mantan Presiden Sooharto tampak tidak terlihat".

Terus-terang saya bingung setengah mati, bagaimana mungkin seseorang yang tidak dapat dilihat tampak oleh wartawan Kantor Berita Antara. Kata "tampak" agaknya digunakan sebagai kebiasaan, dan mungkin merupakan pemanis kata atau pelengkap tanpa makna. Mungkin itu sebabnya para wartawan suka menggunakan kata "tampak" itu.

Dalam KBBI kata "tampak" hanya memiliki makna yang berhubungan dengan apa yang dilihat mata. Tampak artinya (1) dapat dilihat, kelihatan, dan (2) memperlihatkan diri atau muncul. Dari kata "tampak" turun kata tampaknya, tampak-tampak, menampak, menampakkan, tertampak, dan penampakan, yang kesemuanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat dilihat oleh mata.

Kalau kata "tampak" dipakai bersamaan dengan kata "terlihat" mungkin masih dapat diterima akal sebab kata "tampak" dalam kasus ini hanya menegaskan apa yang dilihat wartawan. Bandingkan dengan "tampak ada". Tetapi dalam ragam jurnalistik kata "tampak" dalam konteks ini dianggap mubazir sebab yang terlihat itu pastilah tampak dan yang ada itu pun sudah pasti tampak.

Jika kita menggunakan "tampaknya ada", maka frasa itu merupakan pernyataan atau penafsiran sesuatu yang tidak pasti. Contohnya, Pak Harto tampaknya tidak akan hadir di Masjid itu. Tetapi kalau Pak Harto "tampak tidak hadir" dalam acara itu, maka kata "tampak" itu tidak masuk akal, lantaran tak akan mungkinlah mata melihat sesuatu yang tidak hadir.

Anehnya, Harian KOMPAS edisi Jumat 29/8/2008 menurunkan berita pada halaman 9 mengenai kemenangan Anwar Ibrahim yang kemabali ke parlemen setelah menang dalam pemilu sela di Malaysia.

Pada halaman itu tertulis: Pada saat pengambilan sumpah Anwar, Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi, Wakil PM Nadjib Razak, serta sebagian anggota kabinet tampak tidak hadir di gedung parlemen. Jadi, yang tak hadir pun tampak oleh wartawan. Ganjil betul.

Kata "tampak" dalam tulisan di KOMPAS itu tidak bisa diganti dengan "tampaknya" sebab orang (pejabat tinggi) yang disebutkan dalam koran itu memang sudah pasti tidak hadir dalam acara sumpah jabatan itu sampai acara itu usai.

Kata "tampaknya" yang saya maksudkan itu lebih menunjuk pada arti ramalan atau perkiraan tentang sesuatu yang akan terjadi atau tidak terjadi. KOMPAS itu beda dari Antara. Koran itu mempunyai tenggat waktu lebih lama daripada kantor berita. Artinya, wartawan koran baru akan menulis beritanya ketika acara itu usai tuntas.

Kantor berita Antara bekerja dengan tenggat setiap saat, hampir mirip dengan radio yang melaporkan pandangan mata langsung dari tempat kejadian. Ketika acara itu belum usai beberapa peristiwa atau kejadian dalam acara itu sudah harus disiarkan pada saat itu juga.

Karena itu, ketika acara sembahyang Ied itu belum usai (masih berlangsung) , masih ada kemungkinan Pak Harto akan hadir dalam acara itu. Mungkin pada pertengahan acara atau mungkin pada akhir acara itu. Pada saat yang demikian itu, wartawan Antara seharusnya menggunakan kata "tampaknya" karena ada kemungkinan seperti yang saya sebutkan di atas.

Jika wartawan Antara cenderung memperkirakan Pak Harto tidak akan hadir, maka dia seharusnya berkata Pak Harto tampaknya tidak akan hadir dalam acara itu (artinya ada kemugkinan Pak Harto hadir).

Tetapi, kalau Pak Harto diketahuinya tidak hadir, maka pastilah Pak Harto tidak akan kelihatan di tempat itu. Lantas, mengapa wartawan menggunakan kata "tampak tidak kelihatan"? Bukankah orang yang tidak hadir di situ memang tidak tampak atau tidak kelihatan?

Logika wartawan acap kali membuat kita pusing juga. Kata 'tampak' dalam frasa itu sebenarnya tidak bermasalah jikalau di situ tak tercantum kata 'tidak'. Jikalau kita menyebut 'tampak hadir' maka nalar kita tetaplah jalan sebab yang hadir pastilah tampak di acara itu. Sama seperti kita mengatakan 'tidak hadir' maka nalar kita pun jalan.

Jikalau kata 'tampak' itu dihubungkan dengan 'tidak hadir' maka nalar kita seakan-akan sudah dijungkir-balikkan. Tampak itu adalah sama dengan 'kelihatan' (lihat KBBI edisi ketiga) dan orang yang 'tidak hadir' itu pastilah juga tidak kelihatan sebab dia tidak ada di tempat acara itu.

"Pak Harto tampak tidak terlihat". Kok, bisa-bisanya itu wartawan melihat yang tidak ada!

Umbu Rey

Tidak ada komentar: