Selasa, 07 Agustus 2012

Anjing Perempuan




Pak Andy Noya menyambut kedatangan tamunya ke pentas acara Kick Andy di layar teve Metro (27 Juli 2012). Tamunya itu ahli melatih anjing. Bertanyalah Andy sebagai kata pembuka, “Ini anjing laki atau perempuan?” Sang pelatih bernama Pak Aang,  spontan menjawab, “Perempuan!” Nama anjing itu pun mirip pula dengan nama seorang perempuan. Anjing perempuan tentu saja yang dimaksudkan Pak Andy adalah anjing dari jenis kelamin betina.

Berserulah saya dalam hati, “Wahai kamu sekalian anjing-anjing dari segala jenis ras dan dari berbagai bentuk moncong dan monyong di seluruh Indonesia dan di muka bumi, berbahagialah kamu karena derajatmu telah terangkat menjadi sama dengan manusia. Pada hari ini dan seterusnya kamu telah disebut “anjing perempuan” dan “anjing laki-laki’. Maka pantaslah kamu dipanggil Heli, dan temanmu yang perempuan diberi nama Hesti. Kelak jika engkau melahirkan anak lelaki, namakanlah dia Fransiskus, dan jika anakmu perempuan namakanlah dia Siti Maryam binti Hesti.”

Alkisah, pada zaman dahulu kala ketika bahasa Melayu belum lagi diakui sebagai bahasa Republik, tersebutlah kata “empu” yang menunjuk ke bentuk netral, berhubung bahasa ini sesungguhnya tak mengenal jenis kelamin. Itu sebabnya setiap kata ganti yang menunjuk perempuan atau lelaki sama saja disebut “dia” atau “ia”, tidak seperti bahasa Inggris yang menyebut “he” untuk menunjuk jenis jantan atau lelaki, dan “she” untuk betina atau perempuan. Anak laki-laki disebut “son” dan yang perempuan “daughter”.  

Nenek selalu menunjuk kepada jenis kelamin perempuan dan lelaki juga. Nenek moyangku itu apakah pelaut atau petani adalah orang lelaki sekaligus perempuan. Kakek yang disebut sebagai nenek berjenis kelamin lelaki baru datang kemudian, entah dari bahasa apa. Demikianlah pula “cucu” itu bisa perempuan dan lelaki juga. Bapak ibu atau ayah bunda bukan jenis kelamin, tetapi panggilan kepada orang si pencari nafkah dan orang yang melahirkan anak dalam kelompok  keluarga.

Empu berarti tuan atau pemilik, atau ahli di bidang tertentu. Maka tersohorlah dalam kisah sejarah zaman baheula orang-orang bernama Empu Gandring, Empu Tantular, Empu Sendok, dan empu yang lain-lain lagi sebagai gelar kehormatan. Ketika kuasa atau benda tak ternilai harganya ada yang memiliki, maka tuan atau pemiliknya itu lalu disebut “yang empunya”. Setakat ini, sebutan “yang empunya” tak lagi lazim diucapkan orang dalam percakapan sehari-hari kecuali dalam bahasa tulisan karya sastra. Buku yang kini masih menggunakan kata “yang empunya” mungkin hanya Alkitab atau Injil (Perjanjian Baru), “…karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya.”

Karena lidah penutur bahasa zaman saiki sulit atau tak terbiasa lagi mengucapkan “yang empunya”, maka terpelesetlah lidah (mungkin) oleh sebab dipaksa menggunakan awalan /mem/ sehingga terjadilah “me(m)-empunya-i” dan selanjutnya kini kita kenal kata kerja berimbuhan “mempunyai”. Mengapa kata dasar “empunya” tidak menurunkan kata kerja “me(ng)-empunya-i” mengikuti aturan tata bahasa, barangkali karena bibir orang Indonesia lebih enak menyebut mempunyai.

Kata “empu” menurunkan kata “empuan” atau “perempuan” yang berarti “permaisuri” yakni sebutan bagi istri raja. Perempuan atau “per – empu –an” atau per-tuan-an atau yang dipertuankan adalah Tuan Putri, dan karena dia adalah istri raja maka jadilah perempuan sebagai jenis kelamin lawan dari lelaki. Sebab, tak mungkinlah permaisuri itu lelaki. Tetapi, jenis kelamin perempuan dan lelaki itu sejak dulu hanya dimaksudkan untuk manusia atau orang saja. Hewan dan makhluk lain yang hidup berkawin-mawin seperti manusia disebut jantan untuk jenis kelamin laki-laki, dan betina untuk jenis kelamin perempuan.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) edisi ketiga, perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui. Laki-laki adalah orang (manusia) yang mempunyai zakar, kalau dewasa mempunyai jakun dan adakalanya berkumis. Secara naluriah, puki perempuan pun menjadi incaran pemuas nafsu berahi. Karena itu, dari zaman ke zaman ribuan tahun silam hingga saat ini, kata “perempuan” banyak kali berkaitan atau dihubung-hubungkan dengan pelacuran atau persundalan.

Tercatatlah dalam Kitab Keluaran (Perjanjian Lama) seorang bernama Rahab yang disebut “perempuan sundal” karena profesinya memang bersundal. Kakak beradik Ohola dan Oholiba adalah perempuan yang bersundal di Mesir sejak masa mudanya. Di sana susunya dijamah-jamah dan dada keperawanannya diraba-raba, begitulah riwayatnya dalam Kitab Yehezkiel. Dan lagi, raja Israel kedua bernama Daud --yang oleh kitab suci yang lain disebut nabi orang Yahudi-- telah mempersundalkan Batsyeba, istri dari Uria panglima perangnya sendiri. Dirangkulnya perempuan molek bahenol itu ke atas sotoh rumahnya lalu bercumbu rayu dan bersundal-sundalan di ranjang persundalan istana kerajaan.

Tak terhitung banyaknya orang dari segala macam bangsa dan agama baik yang ningrat maupun yang budak menggunakan kelamin perempuan hanya sebagai alat untuk persundalan. Sampai-sampai anggota DPR yang terhormat di Senayan Jakarta pun terlibat kasus porno, dan sasarannya selalu perempuan. Itulah (mungkin) sebabnya dalam bahasa Indonesia, istilah “perempuan” telah dianggap buruk atau aib dan tidak lagi disukai oleh kaum feminim di Nusantara ini.

Kaum ibu menganggap sebutan “perempuan” itu tidak beradab, kasar dan merendahkan sesama manusia ciptaan Tuhan. Apalagi kalau mereka dikata-katai atau diumpat dengan kalimat “akh…dasar perempuan lu!” maka pastilah semua ibu se-Indonesia serentak tersinggung. Untuk membedakannya dengan kaum lelaki, sebutan kaum “wanita” agaknya lebih mulia, sebab orang tidak akan berkata, “…dasar wanita lu!” 

Itu sebabnya sebutan “wanita” telah menggantikan “perempuan” untuk tidak memandang rendah kaum Hawa. Dahulu ada Kongres Perempuan tetapi kemudian diganti dengan Kongres Wanita. Tak boleh lagi ada “pengusaha perempuan” dan mestinya disebut “wanita pengusaha”, atau wanita karier. Polwan  itu adalah polisi wanita dan Wara berarti wanita angkatan darat. Dalam susunan kabinet ada Menteri Urusan Peranan Wanita, mungkin kalau disebut “peranan perempuan”, Ibu Menteri merasa risi atau malu tak enak hati. Aduh, kenapa kata perempuan “pelacur” dihalus-haluskan menjadi WTS atau Wanita Tuna Susila? Meskipun wanita, kerja mereka toh melacur juga. Oh, masih terdengar terlalu kasar, maka WTS dihaluskan lagi dengan istilah PSK --Pekerja Seks Komersial.

Kata “lelaki” lantas dihalus-haluskan pula menjadi “pria” tetapi tetap saja dia menjajah wanita sejak dulu, dan menjadikannya perhiasan sangkar madu. Meskipun kadang-kala pria tak berdaya dan bertekuk lutut di sudut kerling wanita, sang pria tetaplah berkuasa menekuk-nekuk lutut wanita. Begitu lutut sudah ketekuk, sang wanita pun pasrah berserah diri di gelanggang persetubuhan. Itu mungkin sebabnya “lelaki” tetaplah begitu. Kadang-kadang lelaki disebut (hewan) jantan sebagai lambang keperkasaan. “Akh, dasar laki-laki buaya!” tak ada yang tersinggung.

Maka terjadilah kejanggalan bahasa ketika seorang ibu muda melahirkan seorang anak  “wanita”. Bukankah wanita itu adalah perempuan yang sudah dewasa? Bagaimana mungkin seorang ibu muda bisa melahirkan wanita. Pak Bejo pun ikut-ikutan berkata bahwa istrinya telah melahirkan seorang putra dan seorang putri, padahal dia hanya seorang tukang bakso. Putra dan putri itu adalah bahasa Sanskerta untuk menyebut anak raja, bukan anak petani atau anak buruh pelabuhan, dan bukan pula anak pegawai negeri.

Tanpa kita sadari, perkara halus-menghaluskan sebutan jenis kelamin itu telah memindahkan kata “perempuaan” kepada anjing atau ternak dan hewan liar. Keagungan wibawa perempuan yang awalnya berarti permaisuri kini tergredasi, dan istilah “perempuan” telah disandang oleh kaum anjing. Pantaslah Andy F. Noya dalam acaranya itu menyebut “anjing perempuan”. 

Bahasa Indonesia demokratis sifatnya, setiap istilah boleh diterapkan di mana dan kepada siapa saja menurut maksudnya. Jikalau presiden bersantap bersama tamunya di istana negara maka anjing pun boleh menyantap makanannya di kolong meja. Demikian pun putra dan putri itu bukan lagi hanya anak raja, dan karena itu lelaki dan perempuan boleh dipakai untuk membedakan jenis kelamin binatang, sama seperti bahasa Inggris menyebut male and female untuk manusia dan binatang. Anjing wanita tidak ada, Brur!

Anehnya, kaum wanita mulia yang kini sudah sederajat dan sama hak dan kedudukannya dalam segala bidang kehidupan dengan kaum pria, sesungguhnya sama saja kelakuannya dengan perempuan sundal. Ada banyak wanita, baik yang berprofesi pengusaha, direktur, politisi maupun dosen bergelar profesor tetap saja bersundal. Mereka melacuri dirinya atau bersundal dengan uang demi jabatan dan kuasa. Kaum lelaki ditaklukkannya dengan uang suap jutaan bahkan miliaran rupiah. Jaringan korupsi  kelas kakap bahkan telah berada di bawah duli Tuanku Wanita Putri.

Lihatlah wahai Tuanku Wanita mulia, ibu dari anak-anakmu yang sekarat melarat di desa dan di dusun-dusun. Indonesia kini sedih menangisi dikau, sebab walaupun engkau telah disanjung dengan sebutan “wanita”,  kelakuanmu kok lebih sadis daripada perempuan sundal. Engkau lebih jorok daripada WTS alias Wanita Tuna Susila, sebab perempuan dursila tak pernah memakan hak orang miskin. Kalau begitu, di manakah kemuliaan wanita?

Tengoklah, sudah ada berapakah wanita Indonesia kini dalam pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi -KPK. Selalu saja ada alasan untuk membantah bahwa tidak semua wanita begitu. Aha, wanita yang lain hampir pasti sudah punya niat, mungkin kesempatan saja belum ada. Meski sekarang ini baru beberapa wanita terlibat kasus korupsi dan diperiksa KPK, Presiden SBY toh sudah bilang, “Karena nila setitik rusak susu sebelanga.”

I. Umbu Rey

2 komentar:

Unknown mengatakan...

ASS..WR.WB.SAYA IBU YANI TKW MALAYSIA INGIN BERTERIMA KASIH BANYAK KEPADA MBAH WASTUH,YANG SUDAH MEMBANTU ORANG TUA SAYA KARNA SELAMA INI ORANG TUA SAYA SEDANG TERLILIT HUTANG YANG BANYAK,BERKAT BANTUAN MBAH SEKARAN ORANG TUA SAYA SUDAH BISA MELUNASI SEMUA HUTAN2NYA,DAN KEBUN YANG DULUNYA SEMPAT DIGADAIKAN SEKARAN ALHAMDULILLAH SUDAH BISA DI TEBUS KEMBALI,ITU SEMUA ATAS BANTUAN MBAH WASTUH,YANG MEMBERIKAN ANGKA RITUALNYA 4D HONGKONG KEPADA SAYA DAN TIDAK DI SANGKA SANGKA TERNYATA BERHASIL,BAGI ANDA YANG INGIN DIBANTU SAMA SEPERTI SAYA SILAHKAN HUBUNGI NO HP: ((( 0853 7778 4848 ))) MBAH WASTUH JANGAN ANDA RAGU ANGKA RITUAL MBAH WASTUH SELALU TEPAT DAN TERBUKTI INI BUKAN REKAYASA SAYA SUDAH MEMBUKTIKAN SENDIRI..
• لالله�أشهدألاإله إلاالله،وأشهدأن محمدرسوالله

taufiqrohmat mengatakan...

Inspirasi banyak kita temukan untuk mencari Warna Biru Telor Asin Cocok dengan Warna Apa" bagi rumah maupun padanan baju kita. Tidak terkecuali kamar mandi sederhana tapi bersih dengan tampak depan rumah minimalis dan model dak teras rumah minimalis modern gambar rumah minimalis terbaru rumah minimalis 2 lantai gambar rumah mini malis rumah minimalis modern gambar rumah minimalis Rumah Sederhana tapi Mewah di Desa bisa menjadi motivasi inspirasi bagi kamu untuk desain kios minimalis 1 lantai yang model dak teras rumah minimalis modern dan tampak depan rumah model dak teras rumah minimalis modern dengan wc jongkok kamar mandi sederhana tapi bersih rumah minimalis desain rumah minimalis rumah minimalis sederhana