Pak Andy Noya menyambut kedatangan tamunya ke pentas acara
Kick Andy di layar teve Metro (27 Juli 2012). Tamunya itu ahli melatih anjing. Bertanyalah
Andy sebagai kata pembuka, “Ini anjing laki atau perempuan?” Sang pelatih
bernama Pak Aang, spontan menjawab, “Perempuan!”
Nama anjing itu pun mirip pula dengan nama seorang perempuan. Anjing perempuan
tentu saja yang dimaksudkan Pak Andy adalah anjing dari jenis kelamin betina.
Berserulah saya dalam hati, “Wahai kamu sekalian
anjing-anjing dari segala jenis ras dan dari berbagai bentuk moncong dan monyong
di seluruh Indonesia
dan di muka bumi, berbahagialah kamu karena derajatmu telah terangkat menjadi
sama dengan manusia. Pada hari ini dan seterusnya kamu telah disebut “anjing perempuan”
dan “anjing laki-laki’. Maka pantaslah kamu dipanggil Heli, dan temanmu yang
perempuan diberi nama Hesti. Kelak jika engkau melahirkan anak lelaki, namakanlah
dia Fransiskus, dan jika anakmu perempuan namakanlah dia Siti Maryam binti Hesti.”
Alkisah, pada zaman dahulu kala ketika bahasa Melayu belum
lagi diakui sebagai bahasa Republik, tersebutlah kata “empu” yang menunjuk ke bentuk netral, berhubung bahasa ini sesungguhnya
tak mengenal jenis kelamin. Itu sebabnya setiap kata ganti yang menunjuk
perempuan atau lelaki sama saja disebut “dia” atau “ia”, tidak seperti bahasa
Inggris yang menyebut “he” untuk menunjuk jenis jantan atau lelaki, dan “she”
untuk betina atau perempuan. Anak laki-laki disebut “son” dan yang perempuan “daughter”.
Nenek selalu menunjuk kepada jenis kelamin perempuan dan lelaki
juga. Nenek moyangku itu apakah pelaut atau petani adalah orang lelaki sekaligus
perempuan. Kakek yang disebut sebagai nenek berjenis kelamin lelaki baru datang
kemudian, entah dari bahasa apa. Demikianlah pula “cucu” itu bisa perempuan dan
lelaki juga. Bapak ibu atau ayah bunda bukan jenis kelamin, tetapi panggilan
kepada orang si pencari nafkah dan orang yang melahirkan anak dalam kelompok keluarga.
Empu berarti tuan
atau pemilik, atau ahli di bidang tertentu. Maka tersohorlah dalam kisah sejarah
zaman baheula orang-orang bernama Empu Gandring, Empu Tantular, Empu Sendok,
dan empu yang lain-lain lagi sebagai gelar kehormatan. Ketika kuasa atau benda
tak ternilai harganya ada yang memiliki, maka tuan atau pemiliknya itu lalu disebut
“yang empunya”. Setakat ini, sebutan
“yang empunya” tak lagi lazim diucapkan orang dalam percakapan sehari-hari
kecuali dalam bahasa tulisan karya sastra. Buku yang kini masih menggunakan
kata “yang empunya” mungkin hanya Alkitab atau Injil (Perjanjian Baru),
“…karena Engkaulah yang empunya
kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya.”
Karena lidah penutur bahasa zaman
saiki sulit atau tak terbiasa lagi mengucapkan “yang empunya”, maka
terpelesetlah lidah (mungkin) oleh sebab dipaksa menggunakan awalan /mem/
sehingga terjadilah “me(m)-empunya-i”
dan selanjutnya kini kita kenal kata kerja berimbuhan “mempunyai”. Mengapa kata dasar “empunya” tidak menurunkan kata
kerja “me(ng)-empunya-i” mengikuti aturan tata bahasa, barangkali karena bibir
orang Indonesia
lebih enak menyebut mempunyai.
Kata “empu” menurunkan
kata “empuan” atau “perempuan” yang berarti “permaisuri” yakni sebutan bagi istri raja. Perempuan atau “per –
empu –an” atau per-tuan-an atau yang dipertuankan adalah Tuan Putri, dan karena
dia adalah istri raja maka jadilah perempuan sebagai jenis kelamin lawan dari
lelaki. Sebab, tak mungkinlah permaisuri itu lelaki. Tetapi, jenis kelamin perempuan
dan lelaki itu sejak dulu hanya dimaksudkan untuk manusia atau orang saja.
Hewan dan makhluk lain yang hidup berkawin-mawin seperti manusia disebut jantan untuk jenis kelamin laki-laki, dan
betina untuk jenis kelamin
perempuan.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) edisi ketiga,
perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil,
melahirkan anak, dan menyusui. Laki-laki adalah orang (manusia) yang mempunyai
zakar, kalau dewasa mempunyai jakun dan adakalanya berkumis. Secara naluriah,
puki perempuan pun menjadi incaran pemuas nafsu berahi. Karena itu, dari zaman
ke zaman ribuan tahun silam hingga saat ini, kata “perempuan” banyak kali berkaitan
atau dihubung-hubungkan dengan pelacuran atau persundalan.
Tercatatlah dalam Kitab Keluaran (Perjanjian Lama) seorang
bernama Rahab yang disebut “perempuan sundal” karena profesinya memang bersundal.
Kakak beradik Ohola dan Oholiba adalah perempuan yang bersundal di Mesir sejak
masa mudanya. Di sana
susunya dijamah-jamah dan dada keperawanannya diraba-raba, begitulah riwayatnya
dalam Kitab Yehezkiel. Dan lagi, raja Israel kedua bernama Daud --yang oleh
kitab suci yang lain disebut nabi orang Yahudi-- telah mempersundalkan Batsyeba,
istri dari Uria panglima perangnya sendiri. Dirangkulnya perempuan molek bahenol
itu ke atas sotoh rumahnya lalu bercumbu rayu dan bersundal-sundalan di ranjang
persundalan istana kerajaan.
Tak terhitung banyaknya orang dari segala macam bangsa dan agama
baik yang ningrat maupun yang budak menggunakan kelamin perempuan hanya sebagai
alat untuk persundalan. Sampai-sampai anggota DPR yang terhormat di Senayan Jakarta
pun terlibat kasus porno, dan sasarannya selalu perempuan. Itulah (mungkin) sebabnya
dalam bahasa Indonesia,
istilah “perempuan” telah dianggap buruk atau aib dan tidak lagi disukai oleh
kaum feminim di Nusantara ini.
Kaum ibu menganggap sebutan “perempuan” itu tidak beradab,
kasar dan merendahkan sesama manusia ciptaan Tuhan. Apalagi kalau mereka
dikata-katai atau diumpat dengan kalimat “akh…dasar perempuan lu!” maka
pastilah semua ibu se-Indonesia serentak tersinggung. Untuk membedakannya
dengan kaum lelaki, sebutan kaum “wanita”
agaknya lebih mulia, sebab orang tidak akan berkata, “…dasar wanita lu!”
Itu sebabnya sebutan “wanita” telah menggantikan “perempuan”
untuk tidak memandang rendah kaum Hawa. Dahulu ada Kongres Perempuan tetapi
kemudian diganti dengan Kongres Wanita. Tak boleh lagi ada “pengusaha
perempuan” dan mestinya disebut “wanita pengusaha”, atau wanita karier. Polwan itu adalah polisi wanita dan Wara berarti
wanita angkatan darat. Dalam susunan kabinet ada Menteri Urusan Peranan Wanita,
mungkin kalau disebut “peranan perempuan”, Ibu Menteri merasa risi atau malu
tak enak hati. Aduh, kenapa kata perempuan “pelacur” dihalus-haluskan menjadi
WTS atau Wanita Tuna Susila? Meskipun wanita, kerja mereka toh melacur juga.
Oh, masih terdengar terlalu kasar, maka WTS dihaluskan lagi dengan istilah PSK
--Pekerja Seks Komersial.
Kata “lelaki” lantas dihalus-haluskan pula menjadi “pria”
tetapi tetap saja dia menjajah wanita sejak dulu, dan menjadikannya perhiasan sangkar
madu. Meskipun kadang-kala pria tak berdaya dan bertekuk lutut di sudut kerling
wanita, sang pria tetaplah berkuasa menekuk-nekuk lutut wanita. Begitu lutut sudah
ketekuk, sang wanita pun pasrah berserah
diri di gelanggang persetubuhan. Itu mungkin sebabnya “lelaki” tetaplah begitu.
Kadang-kadang lelaki disebut (hewan) jantan sebagai lambang keperkasaan. “Akh,
dasar laki-laki buaya!” tak ada yang tersinggung.
Maka terjadilah kejanggalan bahasa ketika seorang ibu muda
melahirkan seorang anak “wanita”.
Bukankah wanita itu adalah perempuan
yang sudah dewasa? Bagaimana mungkin seorang ibu muda bisa melahirkan
wanita. Pak Bejo pun ikut-ikutan berkata bahwa istrinya telah melahirkan seorang
putra dan seorang putri, padahal dia hanya seorang tukang bakso. Putra dan putri itu adalah bahasa
Sanskerta untuk menyebut anak raja,
bukan anak petani atau anak buruh pelabuhan, dan bukan pula anak pegawai
negeri.
Tanpa kita sadari, perkara halus-menghaluskan sebutan jenis
kelamin itu telah memindahkan kata “perempuaan” kepada anjing atau ternak dan
hewan liar. Keagungan wibawa perempuan yang awalnya berarti permaisuri kini tergredasi, dan istilah
“perempuan” telah disandang oleh kaum anjing. Pantaslah Andy F. Noya dalam
acaranya itu menyebut “anjing perempuan”.
Bahasa Indonesia demokratis sifatnya, setiap istilah boleh
diterapkan di mana dan kepada siapa saja menurut maksudnya. Jikalau presiden bersantap bersama tamunya di istana
negara maka anjing pun boleh menyantap
makanannya di kolong meja. Demikian pun putra dan putri itu bukan lagi hanya
anak raja, dan karena itu lelaki dan perempuan boleh dipakai untuk membedakan
jenis kelamin binatang, sama seperti bahasa Inggris menyebut male and female untuk manusia dan
binatang. Anjing wanita tidak ada, Brur!
Anehnya, kaum wanita mulia yang kini sudah sederajat dan
sama hak dan kedudukannya dalam segala bidang kehidupan dengan kaum pria, sesungguhnya
sama saja kelakuannya dengan perempuan sundal. Ada banyak wanita, baik yang berprofesi
pengusaha, direktur, politisi maupun dosen bergelar profesor tetap saja
bersundal. Mereka melacuri dirinya atau bersundal dengan uang demi jabatan dan kuasa. Kaum lelaki ditaklukkannya dengan uang suap jutaan bahkan miliaran
rupiah. Jaringan korupsi kelas kakap bahkan
telah berada di bawah duli Tuanku Wanita Putri.
Lihatlah wahai Tuanku Wanita mulia, ibu dari anak-anakmu
yang sekarat melarat di desa dan di dusun-dusun. Indonesia kini sedih menangisi dikau,
sebab walaupun engkau telah disanjung dengan sebutan “wanita”, kelakuanmu kok lebih sadis daripada perempuan
sundal. Engkau lebih jorok daripada WTS alias Wanita Tuna Susila, sebab
perempuan dursila tak pernah memakan hak orang miskin. Kalau begitu, di manakah
kemuliaan wanita?
Tengoklah, sudah ada berapakah wanita Indonesia kini dalam pemeriksaan Komisi
Pemberantasan Korupsi -KPK. Selalu saja ada alasan untuk membantah bahwa tidak
semua wanita begitu. Aha, wanita yang lain hampir pasti sudah punya niat,
mungkin kesempatan saja belum ada. Meski sekarang ini baru beberapa wanita
terlibat kasus korupsi dan diperiksa KPK, Presiden SBY toh sudah bilang,
“Karena nila setitik rusak susu sebelanga.”
I. Umbu Rey
2 komentar:
ASS..WR.WB.SAYA IBU YANI TKW MALAYSIA INGIN BERTERIMA KASIH BANYAK KEPADA MBAH WASTUH,YANG SUDAH MEMBANTU ORANG TUA SAYA KARNA SELAMA INI ORANG TUA SAYA SEDANG TERLILIT HUTANG YANG BANYAK,BERKAT BANTUAN MBAH SEKARAN ORANG TUA SAYA SUDAH BISA MELUNASI SEMUA HUTAN2NYA,DAN KEBUN YANG DULUNYA SEMPAT DIGADAIKAN SEKARAN ALHAMDULILLAH SUDAH BISA DI TEBUS KEMBALI,ITU SEMUA ATAS BANTUAN MBAH WASTUH,YANG MEMBERIKAN ANGKA RITUALNYA 4D HONGKONG KEPADA SAYA DAN TIDAK DI SANGKA SANGKA TERNYATA BERHASIL,BAGI ANDA YANG INGIN DIBANTU SAMA SEPERTI SAYA SILAHKAN HUBUNGI NO HP: ((( 0853 7778 4848 ))) MBAH WASTUH JANGAN ANDA RAGU ANGKA RITUAL MBAH WASTUH SELALU TEPAT DAN TERBUKTI INI BUKAN REKAYASA SAYA SUDAH MEMBUKTIKAN SENDIRI..
• لالله�أشهدألاإله إلاالله،وأشهدأن محمدرسوالله
Inspirasi banyak kita temukan untuk mencari Warna Biru Telor Asin Cocok dengan Warna Apa" bagi rumah maupun padanan baju kita. Tidak terkecuali kamar mandi sederhana tapi bersih dengan tampak depan rumah minimalis dan model dak teras rumah minimalis modern gambar rumah minimalis terbaru rumah minimalis 2 lantai gambar rumah mini malis rumah minimalis modern gambar rumah minimalis Rumah Sederhana tapi Mewah di Desa bisa menjadi motivasi inspirasi bagi kamu untuk desain kios minimalis 1 lantai yang model dak teras rumah minimalis modern dan tampak depan rumah model dak teras rumah minimalis modern dengan wc jongkok kamar mandi sederhana tapi bersih rumah minimalis desain rumah minimalis rumah minimalis sederhana
Posting Komentar